Di
tengah ancaman krisis pangan dunia, upaya meningkatkan produksi padi menjadi
sesuatu yang siginifkan. Bahkan Founding father kita, Bung Karno telah
mengingatkan pentingnya pangan bagi bangsa. Persoalan pangan adalah persoalan
hidup matinya bangsa Indonesia (27 April 1952 di IPB Bogor).
Kurang
lebih setengah abad setelahnya Presiden Bush 27 Juli 2001 di hadapan Future
Farmers of America menegaskan bahwa ..when we are talking about agriculture
(food security), we are really talking about national security issues...
Artinya ketahanan pangan sama pentingnya dengan ketahanan nasional. Oleh karena
itu, membahas ketahanan pangan sama pentingnya dengan membahas ketahanan
nasional.
Dalam
buku Teknologi Melipatgandakan Produksi Padi Nasional, mantan Kepala Badan
Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Kaman Nainggolan mengatakan, ketahanan
pangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional, minimal dalam tiga
hal. Pertama, akses terhadap pangan dan gizi yang cukup merupakan hak yang
paling asasi bagi manusia. Kedua, pangan memiliki peranan penting dalam
pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan
merupakan salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan
nasional yang berkelanjutan. ”Untuk
memenuhi hal tersebut diperlukan ketersediaan pangan yang cukup setiap waktu,
aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga terjangkau, diutamakan dari
dalam negeri,” katanya.
Harus
diakui, mewujudkan ketahanan pangan bukanlah pekerjaan yang mudah. Karenanya
memerlukan kebijakan yang integratif, holistik karena berbagai hal. Apalagi
peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat Indonesia telah
mendorong peningkatan kebutuhan pangan, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya. Sejalan dengan itu, komposisi menu makanan rumah tangga juga
berubah secara bertahap ke arah peningkatan mutu konsumsi.
Di
sisi lain, pembangunan ketahanan pangan masih menghadapi berbagai masalah
eksternal dan internal. Permasalahan eksternal berkaitan dengan upaya
pemantapan ketahanan pangan yang diperhadapkan pada keterbukaan ekonomi dan
perdagangan global. Aliran barang dan jasa, serta investasi akan semakin bebas
dan terbuka, bersaing dengan produk-produk petani kita secara tidak adil.
Masalahnya produk-produk luar, terutama dari negara-negara maju diberikan
subsidi yang luar biasa besarnya dibandingkan subsidi yang diberikan kepada
petani kita.
Sementara
itu pada tataran internal, pemantapan ketahanan pangan menghadapi masalah yang
terkait dengan masih besarnya proporsi penduduk yang mengalami kerawanan pangan
mendadak. Misalnya, akibat bencana alam dan musibah serta kerawanan pangan
kronis karena kemiskinan. Kerawanan pangan ini berdampak langsung pada
rendahnya status gizi, kualitas fisik dan tingkat intelegensi masyarakat.
Menurut
Kaman, berbagai permasalahan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok. Pertama, masalah ketersediaan pangan yang harus diupayakan sekuat-kuatnya
dari dalam negeri. Kedua, masalah distribusi guna melancarkan aliran pangan
dari sentra-sentra produksi ke sentra konsumsi. Ketiga, masalah akses pangan
agar rumah tangga dalam memenuhi standar konsumsi gizi untuk hidup sehat dan
produktif.
Kaman
mengakui, khusus masalah ketersediaan pangan pokok seperti beras dari dalam
negeri masih merupakan persoalan besar bangsa ini. Sejak dahulu Pemerintah
telah berupaya untuk meningkatkan produksi beras nasional. “Kita tentunya masih
ingat gerakan peningkatan produksi beras 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan
produksi 5% per tahun sampai tahun 2009 yang merupakan komitmen pemerintah
dalam membangun ketahanan pangan nasional,” ujarnya. Belakangan, pemerintah
juga bertekad menggenjot produksi padi untuk menghasilkan surplus beras 10 juta
ton, tambah Kaman.
Karena
itu, salah satu upaya mendongkrak produksi padi ada dua variabel perlu
dicermati. Pertama, luas lahan yang pada kenyataannya mengalami konversi
sekitar 110 ribu hektar/tahun atau jauh melebihi pencetakan sawah baru.
Variabel kedua adalah peningkatan produktivitas melalui teknologi yang ramah
lingkungan (innovation driven).
Kaman
menilai, kenaikan produksi terbesar bisa diharapkan dari peningkatan
produktivitas. Peluang tersebut cukup tersedia untuk menutup kesenjangan
produktivitas aktual dan produktivitas potensial. “Karenanya melipatgandakan
produksi padi nasional melalui peningkatan produktivitas dalam pemerintahan
baru harus menjadi fokus,” katanya.
Sumber : yul (www.tabloidsinartani.com)