Musim hujan telah mengguyur sebagian
wilayah Indonesia. Meski terbilang mundur dibandingkan kebiasaan-kebiasaan
sebelumnya, Keberhasilan tanam pada musim hujan
akan menjadi penentu peningkatan produksi padi nasional. Apalagi pemerintah
telah mencanangkan swasembada pangan pada tahun 2017. Tahun 2015, pemerintah
telah menargetkan produksi padi sebanyak 73,40 juta ton gabah kering giling
(GKG).
Untuk mencapai produksi tersebut
memang tidak mudah. Banyak persoalan yang masih menyelimuti petani. Salah
satunya adalah gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Hama yang kerap
menyerang tanaman padi petani adalah wereng.
Untuk mengetahui serangan hama
tersebut, petani bisa menandai dengan terlihatnya tanaman padi yang tampak
mengering dengan cepat (seperti terbakar) disertai daun yang menguning.
Terlihat bentuk menyerupai lingkaran yang menunjukkan pola penyebaran, dimulai
dari satu titik kemudian menyebar ke segala arah. Ketika diamati, tepat di
pangkal batang terdapat serangga coklat bersayap berukuran panjang 2,0 – 4,4
mm.
Jika melihat tanda-tanda tersebut
dapat dipastikan bahwa tanaman padi sudah terserang hama wereng. Ada beberapa
jenis hama tersebut yakni, wereng coklat (Nilaparvata lugens), wereng
hijau (Nephotettix virescens), wereng punggung putih (Sogatella
furcifera Horvarth) dan wereng loreng (Recilia dorsalis).
Semuanya berpotensi mempunyai dampak
serangan membahayakan. Namun sampai kini yang dominan membuat kejadian luar
biasa di dunia pertanian adalah wereng coklat. Baik skala nasional maupun
internasional (kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, sebagian Asia Tengah).
Dengan menghisap cairan sel (dalam
jaringan pengangkut) tanaman padi, wereng dapat menimbulkan kerusakan
ringan sampai berat. Bahkan pada hampir semua fase tumbuh sejak fase bibit,
anakan, sampai fase masak susu (pengisian), sehingga bisa berakibat puso (gagal
panen).
Tidak hanya itu, serangga tersebut
juga membawa tiga virus padi yang berbahaya yaitu penyakit virus kerdil hampa
(VKH) dan virus kerdil rumput tipe 1 (VKRT-1) dan virus kerdil rumput tipe 2
(VKRT- 2). Sebagai vektor, wereng juga berpotensi menyebarkan penyakit Rice
Black Streak Dwarf Virus (RBSDV) dan Southern Black Streak Dwarf Virus/
SBSDV (RBSDV-2), yang biasanya menyerang tanaman suku rumput-rumputan (famili :
Poaceae), seperti padi dan jagung.
Mengenal Siklus Hidup
Untuk mengenal hama tersebut, perlu
juga diketahui bagaimana siklus hidupnya. Serangga dewasa mempunyai dua bentuk
yakni bersayap panjang/sayap belakang normal (makroptera) dan bersayap
pendek/sayap belakang tidak normal (brakhiptera).
Siklus hidupnya dari telur sampai
dewasa sekitar 50 hari. Berkembang biak melalui cara seksual. Betina dewasa
akan bertelur, brakhiptera mengalami masa peneluran 3-4 hari, sedangkan makroptera
3-8 hari.
Selama hidupnya seekor wereng betina
mampu bertelur berjumlah 270-902 butir, terdiri dari 76-142 kelompok. Telur
diletakkan berkelompok (1 kelompok 3-21 butir) di pangkal pelepah daun, atau
pada ujung pelepah daun dan tulang daun bila populasinya tinggi. Telur menetas
7-11 hari dengan rata-rata 9 hari, disebut serangga muda (nimfa).
Selanjutnya selama ± 15 hari nimfa akan berganti kulit (instar),
kemudian menjadi serangga dewasa (imago) yang berumur antara 18-28 hari.
Pada umumnya wereng coklat
berkembangbiak pada musim penghujan dengan kelembaban tinggi (70-80%). Faktor
lain seperti intensitas cahaya matahari rendah (suhu siang hari optimum 280C-300C),
tanaman rimbun, lahan basah, angin lemah, pemupukan N yang terlalu tinggi, akan
mempercepat peningkatan populasinya.
Dari hasil penelitian, kerusakan
tanaman yang ditimbulkan oleh serangan 4 ekor/ batang selama 30 hari. Tanaman
padi yang terserang dapat menurunkan hasil sebesar 77% (periode anakan), 37%
(saat padi bunting) dan 28% (masa pemasakan buah).
Dampak serangan yang sangat besar
tersebut membuat wereng coklat menjadi serangga kecil yang mempunyai daya ancam
besar, terutama bagi peningkatan produksi padi.
Sumber : www.tabloidsinartani/Sandis W. P (BPTP Kalimantan
Tengah) dan Yul