Semenjak manusia mengenal bercocok
tanam, maka usaha untuk memperoleh hasil maksimal telah dilakukan.. Berbagai
cara dilakukan, namun hasilnya selalu belum memuaskan. Penyebab berkurangnya
hasil usaha tani karena faktor abiotis dan biotis.
Faktor abiotis itu berupa
gangguan yang disebabkan oleh faktor fisik atau kimia, seperti keadaan tanah,
iklim dan bencana alam. Sedangkan faktor biotis adalah makhluk hidup yang
menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti manusia, hewan/binatang, serangga,
jasad mikro ataupun submikro dan lain sebagainya. Setelah diketahui kedua
faktor tersebut sebagai pembatas ( penyebab produksi tanaman tidak maksimal ),
maka usaha untuk meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil mulai
dilaksanakan.
Setelah perang dunia kedua, yakni
pada tahun lima puluhan, terjadi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yaitu pemakaian
bubur bordeux dan DDT yang berlebihan. Memang pada kenyataan terjadi
peningkatan hasil karena faktor biotis dapat dikendalikan. Sehingga pemakaian
bahan ini menjadi hal yang penting (utama) dalam dunia pertanian saat itu.
Setelah berlangsung bertahun-tahun
akhirnya penggunaan bahan kimia tidak lagi memberikan solusi peningkatan
hasil-hasil pertanian. Hal ini disebabkan serangga / hama/ penyebab penyakit
justru menjadi tahan (resisten) terhadap penggunaan bahan kimia tersebut.
Tetapi setelah diketahui efek negatifnya, maka penggunaan DDT dilarang. Pada
tahun enam puluhan terjadi revolusi hijau (”Green revolution”) yang lebih
intensif dalam penggunaan varietas berpotensi hasil tinggi, anakan yang banyak,
pengaturan tata air, perlindungan tanaman dan pemupukan.
Pada awalnya, usaha ini dapat
memberikan hasil pertanian yang memuaskan, namun beberapa tahun berikutnya
terlihat gejala-gejala negatif mempengaruhi pertanian itu sendiri, lingkungan
dan kesehatan. Efek negatif tersebut berupa timbulnya hama dan patogen yang
tahan terhadap pestisida, munculnya hama baru, terjadinya peningkatan populasi
hama dan patogen sekunder, berkurangnya populasi serangga yang bermanfaat,
keracunan terhadap ternak dan manusia, residu bahan kimia dalam tanah dan
tanaman, dan kerusakan tanaman. Memperhatikan berbagai efek negatif yang
terjadi dari penggunaan bahan kimia tersebut, maka mulai diadakan
penelitian-penelitian yang mengarah kepada penggunaan jasad hidup untuk
penanggulangan kerusakan di dunia pertanian, yang dikenal dengan pengendalian
biologi ”Biologic control). Dalam metode ini dimanfaatkan serangga dan mikro
organisme yang bersifat predator, parasitoid, dan peracun. Usaha untuk
meningkatkan hasil pertanian terus berlanjut dengan memperhatikan aspek
keamanan lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi, maka muncul istilah
”integrated pest control”, integrated pest control dan selanjutnya menjadi
integrated pest management (IPM), yang dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) juga ada istilah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Untuk penerapannya membutuhkan
strategi pengelolaan resiko, yang mencakup penggunaan tanaman tahan hama tahan
hama dan penyakit, rotasi tanaman dengan pakan ternak, ledakan penyakit pada
tanamna peka, dan penggunaan bahan kimia seminimal mungkin untuk mengendalikan
gulma, hama, dan penyakit dengan mengikuti konsep PHT.
Pengendalian hama dan penyakit serta
gulma secara terpadu akan menjangkau beberapa aktivitas, yaitu:
- Penggunakan varietas tahan dalam proses pelepasan beruntun (sequencetial), asosiasi, dan kultur teknis untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit;
- Pemeliharaan keseimbangan biologi (biological balance) antara hama penyakit dengan musuh alami;
- Adopsi praktek pengendalian menggunakan bahan organik bila memungkinkan;
- Penggunakan teknik pendugaan hama penyakit bila telah tersedia;
- Pengkajian semua metode yang memungkinkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terhadap sistem produksi dan implikasinya terhadap lingkungan guna meminimalisasi pemakaian bahan kimia pertanian,khususnya dalam meningkatkan adopsi teknologi PHT;
- Penyimpanan dan penggunaan bahan kimia yang sesuai dan terigristasi untuk individu tanaman, waktu, dan interval penggunaan sebelum panen.;
- Pengamanan penyimpanan bahan kimia dan hanya digunakan oleh personel yang sudah terlatih dan memiliki kemampuan (knowledgeable persons);
- Pengamanan peralatan yang digunakan untuk mengatasi bahan kimia dengan meningkatkan keamanan dan pemeliharaan standar; dan
- Pemeliharaan catatan secara akurat dari insektisida yang dipakai.
Pengembangan PHT dalam pertanian
berkelanjutan didasari oleh resisitensi hama terhadap insektisida sebagai
dampak dari penerapan pertanian modern yang terbukti telah menurunkan kualitas
sumberdaya alam. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan juga
didasari oleh munculnya gerakan pertanian organik.
DINAMIKA PERKEMBANGAN HAMA DAN
PENYAKIT
Hama dan penyakit tanaman bersifat
dinamis dan perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase
pertumbuhan tanaman, populasi organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim,
agroekosistem, dll). Pada dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang
(terkendali) jika tidak terganggu keseimbangan ekologinya. Di lokasi tertentu,
hama dan penyakit tertentu sudah ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari
tempat lain karena tertarik pada tanaman yang baru tumbuh. Perubahan iklim,
stadia tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara
pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit. Hal penting yang
perlu diketahui dalam pengendalian hama dan penyakit adalah :
jenis, kapan keberadaannya di lokasi tersebut, dan apa yang mengganggu keseimbangannya sehingga perkembangannya dapat diantisipasi sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman
jenis, kapan keberadaannya di lokasi tersebut, dan apa yang mengganggu keseimbangannya sehingga perkembangannya dapat diantisipasi sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman
Sebagai contoh pada budidaya padi :
Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak tanaman padi adalah
tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blas,
dan hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan.
Dalam keadaan tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat terjadi di luar
kebiasaan tersebut.
Misalnya, pada musim kemarau yang basah, wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi masalah. Sedangkan pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi terutama adalah tikus, penggerek batang dan walang sangit.
Misalnya, pada musim kemarau yang basah, wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi masalah. Sedangkan pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi terutama adalah tikus, penggerek batang dan walang sangit.
Sebelum tanam atau periode bera,
pada singgang (tunggul jerami padi) adakalanya terdapat larva penggerek batang,
virus tungro, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
Dalam jerami bisa juga terdapat skeloratia dari beberapa penyakit jamur. Tikus
bisa juga terdapat pada tanaman lain atau pada tanggul irigasi. Pada lahan yang
cukup basah, keong mas juga dapat ditemukan. Semua hama dan penyakit ini bisa
berkembang pada pertanaman berikutnya. Sementara itu, di pesemaian bisa
ditemukan tikus, penggerek batang, wereng hijau, siput murbai, dan tanaman
terinfeksi tungro.
Pada stadia vegetatif ditemuai hama
siput murbai, ganjur, hidrelia, tikus, penggerek batang, wereng coklat, hama
penggulung daun, ulat grayak, lembing batu, tungro, penyakit hawar daun
bakteri, dan blas daun. Sedangkan pada stadia generatif, ditemukan tikus,
penggerek batang, wereng coklat, hama penggulung daun, ulat grayak, walang
sangit, lembing batu, tungro, penyakit hawar daun bakteri, blas leher, dan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Untuk pengendaliannya, perlu
dimplementasikan langkah-langkah Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu
(PHT).
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
SECARA TERPADU (PHT)
Konsep PHT muncul sebagai tindakan
koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama yang dihasilkan, berawal
dari pertemuan panel ahli FAO di Roma tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT
mulai dimasukkan dalam GBHN III, dan diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 3
tahun 1986 dan undang-undang No. 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan
dijabarkan dalam paket Supra Insus, PHT menjadi jurus yang dianjurkan.
Tujuan Pengendalian Hama dan
Penyakit secara Terpadu. Adapun tujuan PHT adalah meningkatkan pendapatan
petani, memantapkan produktifitas pertanian, mempertahankan populasi hama tetap
pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dan mempertahankan stabilitas
ekosistem pertanian. Dari segi substansial, PHT adalah suatu sistem
pengendalian hama dalam konteks hubungan antara dinamika populasi dan
lingkungan suatu jenis hama, menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk
menjaga agar populasi hama tetap berada di bawah ambang kerusakan ekonomi.
Dalam konsep PHT, pengendalian hama berorientasi kepada stabilitas ekosistem
dan efisiensi ekonomi serta sosial.
Dengan demikian, pengendalian hama
dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi hama atau patogen dalam
keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua biaya
pengendalian harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal. Pengendalian
hama dan penyakit dilaksanakan jika populasi hama atau intensitas kerusakan
akibat penyakit telah memperlihatkan akan terjadi kerugian dalam usaha
pertanian.
Penggunaan pestisida merupakan
komponen pengendalian yang dilakukan sebagai alternatif pilihan terakhir
apabila teknis -teknis yang dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil, dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu apabila ;
- populasi hama telah meninggalkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam waktu singkat menekan populasi hama,
- komponen-komponen pengendalian lainnya tidak dapat berfungsi secara baik, dan
- keadaan populasi hama telah berada di atas Ambang Ekonomi
(Dari Berbagai Sumber)