Penyuluh
pertanian pernah mengalami masa keemasan saat Orde Baru. Profesi penyuluh
menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi setiap orang yang menyandangnya.
Sayangnya sejak era reformasi dan terjadi perubahan dalam sistem pemerintah,
khususnya otonomi daerah, nasib penyuluh pertanian bagaikan anak tiri. Akhirnya, banyak penyuluh
pertanian beralih profesi tergantung pimpinan daerah.
Y.A.Yahya (atas, keempat dari kiri) dan Kapusluhtan, Fathan A. Rasyid (duduk, ketiga dari kiri)
Bahkan
pengangkatan penyuluh pertanian baru juga terabaikan. Kini mulai terasa, saat
banyak penyuluh pensiun di beberapa wilayah terjadi krisis tenaga penyuluhan.
Diperkirakan dari tahun 2014-2018 akan ada sekitar 49% penyuluh PNS yang akan
pensiun.
Dilemanya
lagi, saat bersamaan pemerintah tengah menggenjot produksi pangan nasional
untuk mencapai swasembada. Banyak program pemerintah untuk mencapai target
tersebut. Namun semua itu perlu pengawalan penyuluh pertanian.
Sebagai
seorang yang kini memegang amanah sebagai Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian,
Fathan A. Rasyid tidak ingin terjebak dalam situasi yang menyelimuti penyuluh
pertanian. “Kita harus bangun kembali kebanggaan penyuluh pertanian,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Bagi
Fathan yang pernah menjadi seorang penyuluh pertanian di Sintang, Kalimantan
Barat, ada sebuah kebanggaan sebagai penyuluh pertanian. Bahkan dia bisa begitu
dekat dengan Kapolres Sintang. “Mobil hardtop saya pernah dipinjam Kapolres,”
ujarnya. “Sebagai penyuluh itu gagah ada kebanggaan. Bahkan saya pernah
mendapat kesempatan keliling Jepang,” tambah dia.
Berikut
ini kutipan wawancara Sinar Tani dengan Fathan A. Rasyid yang juga sempat
menjadi Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan itu.
Sebagai
Kepala Pusat Penyuluhan yang belum lama dilantik, program apa yang Anda akan
kerjakan selama 2014, terutama mendukung pencapaian target swasembada pangan?
Seperti
kita ketahui tugas kita, penyuluh pertanian adalah mendukung pencapaian sasaran
swasembada komoditi strategis, surplus 10 juta ton beras, jagung produksinya
meningkat 21 juta ton dan kedelai 1,5 juta ton. Belum lagi swasembada gula dan
daging.
Program lain
yang harus kita (penyuluh) amankan untuk mendukung swasembada beras adalah
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) seluas 4,6 juta ha, program
SRI (System of Rice Intensification), Gerakan Peningkatan Produksi Pangan
berbasis Korporasi (GP3K) dan pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKP-E). Semua program ini sudah ada blueprintnya. Bahkan semua kementerian,
hingga tingkat gubernur dan bupati sudah ada komitmennya.
Jika
semua pihak sudah ada komitmen, maka akan lebih mudah bagi penyuluh pertanian
menjabarkan program pemerintah tersebut di daerah? Adakah persoalan yang bakal
menghadang?
Persoalannya
sekarang adalah di tingkat desa dan kecamatan penjabaran program pemerintah
tersebut belum sampai. Di sinilah peran penyuluh menyambungkan informasi
program dari pemerintah pusat ke daerah, hingga ke kelompok tani. Bagaimana
petani mendapatkan informasi teknologi meningkatkan produktivitas tanaman
sampai menerapkannya. Ini yang kami harus kawal, sehingga petani secara
berkelompok mengerti.
Sumber : Tabloid Sinar Tani (Julianto)
Editor : Y.A. Yahya