DIOLUHTAN-suluhtani. Menyembelih hewan qurban merupakan ibadah ritual, bukan
semata-mata mengupayakan mendapatkan bahan pangan.
Kalau kita sudah bicara tentang konsep ibadah ritual, maka ada
tata cara laksana yang bersifat sakral, yang ditetapkan oleh Asy Syari’ yaitu
Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Tuhan yang menetapkan ketentuan syariah.
Salah satu bentuk ritual dalam penyembelihan hewan udhiyah adalah
waktu pelaksanaan yang tentunya telah diatur oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
hanya pada waktu tertentu. Konsekuensinya, bila dilakukan pada waktu yang
sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka sembelihan itu hukumnya
sah dan diterima di sisi-Nya.
Sebaliknya, bila penyembelihan itu dilakukan di luar waktu yang
telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hukumnya tidak sah dan tidak
diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, serta tidak bisa dijadikan ibadah qurban.
A. Batas Waktu Mulai
Umumnya
para ulama menyebutkan batas waktu untuk mulai melakukan penyembelihan hewan
udhiyah adalah setelah ditunaikannya shalat Idul Adha dan khutbahnya.
Namun
ada pendapat yang menyebutkan bahwa asalkan shalat sudah ditunaikan, tidak
perlu menunggu selesainya khutbah pun dibolehkan,
karena khutbah itu bukan bagian rukun shalat. Dan buat penduduk badiyah yang
tidak mengerjakan shalat Idul Adha, mereka sudah boleh menyembelih sejak terbit
fajar.
1. Setelah Shalat dan Khutbah
Batas awal dimulainya penyembelihan udhiyah adalah seusainya
shalat ‘Idul Adha pada tanggal 10 Dulhijjah.
Dasarnya adalah hadits berikut ini:
Dari Al Barra bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda,”Awal pekerjaan kita di hari ini (‘‘Idul Adh-ha) adalah shalat
kemudian pulang dan menyembelih hewan. Siapa yang melakukannya seperti itu
makasudah seusai dengan sunnah kami dan siapa yang menyembelih sebelum shalat,
maka menjadi daging yang diberikan kepada keluarganya bukan termasuk ibadah
ritual.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini diperkuat dengan hadits lainnya:
Abu Bardah ra berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa
Sallam berkhutbah pada hari Nahr,”Orang yang shalat sebagaimana shalat kami dan
menghadap kiblat kami dan menyembelih sembelihan kami, maka janganlah
menyembelih hingga setelah shalat.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban).
Juga dengan hadits lainnya:
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,”Siapa yang
menyembelih sebelum shalat (‘‘Id), maka dia menyembelih untuk dirinya sendiri.
Dan siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah, maka dia telah
menyempurnakan sembelihannya dan sesuai dengan sunnah muslimin.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
2. Setelah Shalat Sebelum Khutbah
Dalam mazhab Al Hanafiyah ada kebolehan untuk menyembelih hewan
udhiyah seusai menjalankan shalat ‘Idul Adha, meski pun sebelum disampaikannya
khutbah.
Sedangkan mereka yang tinggal di padang pasir, dimana tidak
disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id, dibolehkan untuk menyembelih begitu
matahari terbit.
3. Penduduk Badiyah
Sedangkan untuk penduduk Badiyah (orang Baduwi), waktu untuk
menyembelih hewan udhiyah dimulai sejak terbit fajar, mengingat bahwa di tengah
masyarakat mereka tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id.
Di masa Nabi dahulu, ada sebagian orang yang memeluk agama Islam
namun menjadi penduduk badiyah ( أھل البادیة ). Istilah penduduk badiyah di
masa itu merujuk kepada penduduk yang tinggal secara nomaden (berpindah-pindah)
di tengah padang pasir dengan menggunakan tenda-tenda seadanya, dimana umumnya
mereka hidup secara berkelompok.
Lawan kata badiyah ini adalah hadhirah ( الØاضرة
), yaitu peradaban, dimana masyarakat hidup normal di suatu perkampungan, kota
atau negara.
Badiyah juga berhubungan erat dengan istilah Baduwi. Penduduk yang
hidup di badiyah ini disebut dengan istilah Baduwi.
Selain tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id, baik Idul
Adha atau Idul Fithr, di tengah lokasi mereka tinggal juga tidak disyariatkan
untuk mengerjakan shalat Jumat. Kecuali bila mereka masuk ke tengah peradaban, desa atau kota, barulah
mereka boleh ikut Shalat Jumat atau Shalat dua hari raya.
BACA JUGA : Batas Waktu Terakhir dan Batas Waktu memakan Daging serta Tempat Penyembelihan Kurban
Sumber: Risalah Qurban Rumah Fiqih Indonesia