Suatu malam, ibu yang
bangun sejak pagi, bekerja keras sepanjang hari, membereskan rumah tanpa
pembantu. Baru jam tujuh malam ibu selesai
menghidangkan makan malam utk ayah. Makanan yang dihidangkan sangat sederhana,
hanya berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi.
Sayangnya karena
mengurusi adik yang merengek, tempe dan telur gorengnya sedikit gosong. Saya
melihat ibu sedikit panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, minyak gorengnya
sudah habis.
Kami menunggu dengan
tegang apa reaksi ayah yang pulang kerja pasti sudah capek, melihat makan
malamnya hanya tempe dan telur gosong.
Luar biasa! Ayah dengan
tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan ibu dengan tersenyum, dan
bahkan berkata, "Bu, terima
kasih yaaaa!".
Lalu ayah terus
menanyakan kegiatan saya dan adik di sekolah.
Selesai makan, masih di
meja makan, saya mendengar ibu meminta maaf karena telur dan tempe yang gosong
itu. Satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan:
"Sayang, aku suka telur dan tempe yang gosong."
Sebelum tidur, saya pergi
utk memberikan ciuman selamat tidur kepada ayah. Saya bertanya apakah ayah
benar-benar menyukai telur dan tempe gosong?
Ayah memeluk saya erat
dengan kedua lengannya dan berkata, "Anakku, ibu sudah bekerja keras
sepanjang hari dan dia benar-benar sudah capek. Jadi sepotong telur dan tempe
yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun."
Ini pelajaran yang saya
praktekkan di tahun-tahun berikutnya: Belajar menerima kesalahan orang lain,
adalah satu kunci yang sangat penting utk menciptakan sebuah hubungan yang
sehat, bertumbuh dan abadi.
Ingatlah emosi tidak akan
pernah menyelesaikan masalah yang ada. Karena itu, selalulah berpikir dewasa.
Mengapa sesuatu hal itu bisa terjadi pasti punya alasannya sendiri. Janganlah
kita menjadi orang yang egois hanya mau dimengerti, tapi tidak mau mengerti.
sumber: www.ceritapop.com