DIOLUHTAN-suluhtani. Kementerian Pertanian telah menetapkan rencana Aksi Bukittinggi yang sebelumnya Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono canangkan Oktober 2013 lalu. Aksi ini tidak lepas dari upaya pemerintah mengejar target swasembada pangan pada akhir 2014 ini.
Dalam rencana aksi tersebut, telah ditetapkan target pertumbuhan produksi padi sebesar 8,04% dari 70,87 juta ton menjadi 76,57 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung tumbuh 12,48% dari 18,51 juta ton menjadi 20,82 juta ton, kedelai tumbuh 85,0% dari 0,81 juta ton menjadi 1,5 juta ton.
Dengan
target tersebut, pada tahun 2014, produksi beras diharapkan surplus 10,02 juta
ton, jagung surplus 6,56 juta ton. Sementara itu, untuk kedelai diperkirakan
masih akan defisit 0,70 juta ton.
Namun
target tersebut tidak akan pernah lepas dari tugas penyuluh pertanian.
Sayangnya selama ini nasib penyuluh pertanian kerap terlupakan. Idealnya satu
desa satu penyuluh. Artinya diperlukan sekitar 70.000 penyuluh, sementara yang
ada sekarang baru 58.123 penyuluh yaitu 28.494 dari PNS dan 21.249 dari Tenaga
Harian Lepas (THL) serta 8.380 dari tenaga penyuluh swadaya.
Di
tengah masih terbatasnya tenaga penyuluh pertanian, khususnya PNS, ternyata
ancaman krisis penyuluh sudah di depan mata. Diperkirakan pada tahun 2017
sekitar 50% penyuluh pertanian memasuki masa pensiun, karena sudah berusia di
atas 56 tahun.
Untuk
mengatasi kekurangan jumlah penyuluh pertanian ini, Kementerian Pertanian
berupaya mengangkat penyuluh PNS atau Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan
memprioritaskan para THL (Tenaga Harian Lepas) yang berprestasi. Jika dengan
PTT juga masih kurang, maka diupayakan penyuluh swadaya dari petani sendiri
yang sudah mendapatkan pelatihan pertanian P4S (Program Pelatihan Pertanian dan
Perdesaan Swadaya).
Penyuluh Swadaya
Kepala
Badan Pengembangan Penyuluhan dan SDM Pertanian (BPSDMP), Winny Dian Wibawa
mengakui, keterbatasan penyuluhan pertanian harus mendapat perhatian utama.
Saat ini yang terjadi laju penurunan jumlah penyuluh karena pensiun lebih tinggi
dibandingkan laju penambahan.
“Karena
itu, ke depan kita tidak boleh tergantung penyuluh PNS. Apalagi perekrutan
penyuluh PNS dari Tenaga Harian Lepas sangat kecil. Jadi alternatifnya adalah
penyuluh swadaya,” katanya.
Untuk
itu, pemerintah akan mendorong sertifikasi penyuluh swadaya. Hal ini guna
menunjang profesionalitas penyuluh swadaya itu sendiri. Dengan sertifikasi
tersebut akan mengurangi gap keahlian antara penyuluh PNS dan swadaya.
“Penyuluh swadaya tersebut akan kita rekrut dari petani di sekitar lokasi yang
mempunyai keahlian lebih dibandingkan petani lainnya,” ujarnya.
Pada
tahun 2013, ungkap mantan Kepala Biro Perencanaan ini, pemerintah sudah
menyiapkan anggaran pelatihan dan pemberian sertifikasi bagi penyuluh swadaya
sebanyak 600 petani. Pada tahun 2014 direncanakan akan ada 700 petani lagi yang
diharapkan mendapat sertifikasi.
Sumber : Tabloid Sinar Tani