Bagi Eva Bande, hari tani 24 September 2014
adalah peringatan tertindasnya kaum tani di seluruh Indonesia, belum jadi
perayaan yang menggembirakan. Beliau
adalah satu dari ratusan pejuang agraria yang “sukses” dikriminalisasi
oleh negara.
Pengadilan memvonis hukuman 4,6 tahun penjara
buatnya gara-gara kekritisannya membela hak-hak kaum tani yang tertindas.
Eva Susanti Hanafi Bande, nama lengkapnya,
dihukum penjara melawan PT. Kurnia Luwuk Sejati, perusahaan sawit yang
beroperasi di Sulawesi Tengah. Padahal dia memperjuangkan lahan ratusan hektar
milik warga yang sudah dikelola selama sekitar 30 tahun.
Inilah yang membuat Eva sangat sedih, kecewa
dan menganggap hari tani 24 September 2014 adalah hari buram buat kaum tani dan
pergerakannya.
Berikut isi surat lengkap Eva Bande yang dirilis
dari suara agraria.com :
Bismillahirahmanirahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Kaum Tani Seluruh Indonesia
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Kaum Tani Seluruh Indonesia
Hormatku kepada saudara-saudara kaum Tani di
mana saja berada. Pada Tanggal 24 September 2014 nanti adalah Hari Tani. Hari
itu bagiku adalah peringatan atas ketertindasan petani, bukan peringatan hari
kebangkitan kaum tani, bukan pula pernyataan penghargaan atau pengakuan Negara
untuk memerdekakan petani dari ketertindasan mereka berabad-abad lamanya.
Sejarah telah bergerak silih berganti melalui
titian waktu, telah berganti generasi, telah berganti rezim-rezim penguasa,
tetapi satu yang tidak berubah: NASIB KAUM TANI...!!!
Seolah-olah kepada KAUM TANI melekat Kodrat
sebagai kaum TERTINDAS. Pernyataan ini terkesan kasar bagi sebagian orang,
mungkin pula bagi kaum tani sendiri, tetapi Aku memaksakan diri untuk
menyatakannya. Mari tengoklah ke belakang, ratusan tahun yang lampau ketika
Kaum Tani berada di alam sebelum kolonialisme, dalam kekuasaan raja-raja
pribumi yang menjadikan mereka sebagai sapi perah. Tanah-tanah adalah milik
raja,sementara kaum tani adalah penumpang dan menggarap tanah yang hasilnya
diserahkan kepada raja-raja. Ironisnya, mereka juga harus menyerahkan
hasil-hasil pertanian mereka kepada penguasa lokal di berbagai jenjang hingga
yang paling dekat yakni tuan-tuan tanah perwakilan raja...
Kaum Penjajah datang menggantikan model
penindasan, melalui penguasaan terhadap raja-raja. Upeti kepada raja dan tuan
tanah lokal tidak dihapuskan, malah ditambah lagi dengan pajak tanah (land
rent). Kaum raja lama kelamaan marah karena ladang kekayaan dan kekuasaan
mereka semakin hari semakin tersedot oleh kekuatan senjata Kolonial. Rakyat
Tani dihasut untuk bersatu memerdekakan tanah nenek moyang. Kaum tani angkat
senjata seadanya, dalam kemiskinan, dengan derita dan kelaparan berperang
mengorbankan darah, harta, dan nasib mereka. Gugur satu demi satu, puluhan demi
puluhan, ribuan demi ribuan, jutaan demi jutaan. DAN Mereka tetaplah KAUM TANI
yang TERTINDAS setelah itu, tak ada balas jasa apalagi pangkat, yang ada
hanyalah kembali ke tanah garapan untuk menghasilkan upeti-upeti baru......!!!
500-an tahun di alam kekuasaan Raja diraja
lokal, 350 tahun Kapitalisme-Kolonialisme Kulit Putih, 3,5 Tahun si kulit
Kuning, berganti-ganti menggerus kekayaan bumiputera tanah bangsa kuli
ini......!!!! Ya Bangsa Kuli kata Pramudya... dari Petani Subsisten, diubah
menjadi Buruh di tanah sendiri, dipaksa menjadi buruh perkebunan, pabrik, kerja
Rodi, Romusha.... Duhai Petani begitu menderitanya kalian..... begitu kejamnya
hidup bagi kalian, tetapi begitu AGUNGNYA kesabaran kalian menghadapi hidup
yang tidak adil itu.....!!!
Merdekalah Kita di tahun 1945, setelah jutaan
nyawa kaum tani, bermiliar-miliar harta benda petani dikorbankan untuk
KEMERDEKAAN itu.... lalu kaum Ningrat segera berlomba-lomba rebut kuasa,
hampir-hampir tak satu JIWA pun anak Petani yang menjadi pemimpin bagi kaumnya
sendiri dalam sejarah perjuangan HINDIA BELANDA menjadi INDONESIA. Sejarah
ERLANGGA dan KEN AROK sebagai anak Petani dari Kasta SUDRA menjadi Raja tidak
terulang lagi.... sekali lagi di alam merdeka rakyat Tani bergegap gempita
menyambut kemenangan mereka atas penjajahan, menyoraki pemimpin-pemimpin dari
kaum terpelajar-Ningrat, lalu mereka bersuka ria kembali mengerjakan tanah
sambil membayar pajak untuk membiayai NEGARA BARU merdeka. Para Jenderal perang
segera berebutan menguasai aset-aset peninggalan perusahaan-perusahan Kolonial,
buruh-buruh yang berasal dari Petani kembali memasuki pabrik-pabrik perusahaan
tambang, perkebunan, hingga buruh bangunan tetapi dengan Jiwa Merdeka. Ya Jiwa
Merdeka yang telah mengalahkan rasa dasar hati yang tertindas untuk kesekian
kalinya...
Kini alam Merdeka sudah demikian majunya,
modernisasi telah membentuk masyarakat baru dengan watak baru, tetapi Kaum Tani
tetaplah Petani yang hidup dalam penindasan yang tak tampak, hidup di
sekeliling kekayaan alam tetapi miskin dalam segala sesuatunya. Tanah mereka
semakin sempit, mereka semakin tak berdaya, karena kemerdekaan lebih dinikmati
oleh kaum kaya, kaum pelajar, anak-anak kaum bangsawan. Kaum Tani adalah kaum
tani yang terus menerus menapaki sejarah dari zaman ke zaman, orde ke orde,
penguasa ke penguasa sebagai jiwa-jiwa putih yang tertindas...!
Tanah semakin sempit lagi, karena rebut kuasa
atas tanah dari segelintir kuasa modal pribumi dan asing. Hasil tani tak
seberapa, lalu kerja sambilan jadi buruh di atas tanah sendiri ketika industri
perkebunan merampas hak mereka atas tanah. Dengan Izin Negara, Individu kuasa
Modal menguasai pengelolaan tanah, bahkan mengambil alih hak kuasa ADAT atas
tanah, hak milik tersertifikasi, dan tanah-tanah warisan. Untuk kesekian kali
dari banyaknya perkalian hari dan zaman, kaum tani dihisap darahnya melalui
kerja, ya.... kerja di atas tanah yang semakin sempit, yang terampas, dan
berubah manjadi tambang minyak, emas, perkebunan, tuan-tuan tanah lokal, dan
sejenisnya. Inilah Nasib Kaum Tani yang ditentukan oleh Orang Lain atas mereka.
Kini sudah 50-an tahun usia Peringatan HARI
TANI.... setidaknya ini harus dibaca sebagai kebangkitan yang sungguh-sungguh
bagi kaum tani untuk menjadi bagian penting dari sejarah mereka sendiri. Kaum
tani harus memimpin sendiri perjuangan mereka...!!! anak-anak petani
bersatulah, pimpin perjuangan saudara kita, orang tua kita untuk merebut
HAK-HAK KAUM TANI yang terampas, merebut Kedaulatan Rakyat dari orang-orang
yang lupa kacang akan kulitnya, juga anak-anak petani yang telah berkhianat
terhadap sejarah perjuangan petani mencapai kemerdekaan Negeri tanpa
Makna ini....!!!!!
Kaum tani di manapun berada, salamku ini adalah
doa bagi saudara-saudaraku semua: bangkitlah, mohonlah kekuatan itu dari TUHAN
SEMESTA ALAM Penguasa para Penguasa, Pemilik HARI,Pemilik jiwa-jiwa yang hidup
dan yang mati, Pemilik Kuasa atas segala kuasa yang tak terbatas....Bersatu
teguhlah dalam jiwa dan kesadaran, dalam perlawanan yang masif, pakula
kayakinan dalam jiwamu, bahwa sekali perlawanan dimulakan, yakni perlawanan
terhadap kemiskinan, perlawanan terhadap kebodohan, perlawanan terhadap
penindasan dan kaum penindas, jangan berhenti senafas pun.... Bertindaklah
Sekarang Juga, jangan biarkan sejarah melibas kita untuk kesekian
kalinya......!!!!! Hidup Petani.... Jayalah Petani....!!!!!
Salam Pembebasan...!
Lapas 2B Luwuk, 22 September 2014
Eva Bande
Sumber : suaraagraria.com