DIOLUHTAN - Sebelumnya para peternak sapi di Propinsi
Leeuwarden, NL merasa keberatan dengan program Pemerintah Kota (municipality)
untuk pengembangan sustainable energy melalui pemanfaatan energi matahari di
rumah-rumah.
Hal ini mengingat mahalnya pengadaan dan
pemasangan solar panel (PV) pada atap rumah (butuh 8.000 gulden bagi 20 rumah).
Mengambil solusi, pihak municipality akhirnya
bersedia membeli produk susu sapi dengan 'syarat' para peternak menyumbangkan
0,5 cent dari setiap liter sebagai insentif cicilan pembelian dan pemasangan PV
dari municipality, diperkirakan terlunasi setelah 10 tahun.
Pemerintah telah berhasil mengimplementasikan
program sustainable energy dengan hunian mandiri energi sementara peternak sapi
terbantu dengan pemanfaatan tenaga matahari untuk kebutuhan energi rumahnya
yang murah dan bersih dan tidak memberatkan tentunya. Both municipality and the
farmers are satisfied at least, happy ending.
Di Indonesia permasalahan pengelolaan energi
dalam negeri terutama penyediaan BBM Subsisdi di sektor transportasi yang telah
membebani anggaran negara 224 trilyun pada tahun 2013, yang hingga saat ini
masih dianalisa formula kiranya paling acceptable dengan kondisi keuangan
Negara tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakatnya.
Mencontoh filosofi diatas, disini Pemerintah
Indonesia tidak lagi memberikan bantuan dengan memberikan subsidi harga BBM
khususnya produk Premium sebesar Rp 3.000/liter (asumsi harga keekonomian BBM
Non Subsidi Rp 9.000/liter).
Namun akan diberikan pendekatan 'kail' bukan
ikan, berupa insentif cicilan (installment) dalam bentuk biaya pembelian dan
pemasangan unit Converter Kit pada mobil maupun jenis kendaraan lainnya bagi publik.
Hal ini dirasakan lebih edukatif dengan
meningkatkan kesadaran sense of crisis masyarakat dan tentunya membantu langkah
Pemerintah mendorong pengembangan sustainable energy yang bersih dan murah
melalui pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) bagi kebutuhan domestik.
Dengan asumsi pemakaian BBM per unit mobil sebesar
30 liter/hari dan diharapkan dari setiap liter BBM tersebut konsumen BBM
Subsidi dapat menyisihkan Rp 500/liter sebagai cicilan (installment) biaya
pembelian dan pemasangan Converter Kit (variable price, dapat disesuaikan
mengikuti tingkat current inflation dan affordable daya beli masyarakat).
Sehingga diperoleh cicilan per harinya sebesar Rp
15.000 (30 liter/hari x Rp 500/liter = Rp 15.000/hari) atau per tahunnya
sebesar Rp 5.475.000 (Rp 15.000 x 365 hari = Rp 5.457.000/tahun).
Sementara mengacu harga Converter Kit di pasaran,
diperkirakan sekitar Rp12.000.000/unit, berdasar hasil installment yang
diperoleh selama setahun tersebut maka dalam kurun waktu hanya 2 tahun terbeli
1 unit Converter Kit per konsumen BBM Subsidi (Rp 12.000.000/unit A· Rp 5.475.000/tahun
= 2,19 tahun atau tepatnya 26 bulan).
Artinya payback period akan terlunasi dalam
jangka waktu 2 tahun. Konsumen/pembeli BBM Subsidi disini langsung dikenakan
(direct-deducted) cicilan sebesar Rp 500/liter yang melekat pada setiap
transaksi pembelian BBM Subsidi.
Atau dapat dijelaskan jika konsumen membeli 1
liter Premium akan mendapatkan total billing pembelian sebesar Rp 6.500 (harga
pokok Premium Rp 6.000/liter + installment Rp 500/liter = Rp 6.500/liter).
Rate installment terhadap pembelian Converter Kit
dapat dipercepat (kurang dari 2 tahun) jika asumsi-asumsi diatas juga dilakukan
penyesuian (misal: konsumsi unit mobil lebih besar dari asumsi 30 liter/hari
Besaran installment bisa dinaikkan sesuai
ketetapan Pemerintah berdasar indikator-indikator ekonomi masyarakat, harga
pokok per unit Converter Kit dapat dinegoisasi lebih murah/melalui bidding
pengadaan oleh Pemerintah).
Pros: Dalam hal ini Pemerintah telah mengambil 3
langkah sekaligus:
- Pemerintah tanpa perlu lagi kerepotan 'memaksa'
masyarakat bermigrasi dari ketergantungan BBM secara terukur tanpa memberikan
patokan subsidi harga dan terkontrol tanpa menimbulkan keresahan sosial dan
kecurangan karena me
- Target program lebih terarah dimana installment dikenakan hanya bagi konsumen BBM bersubsidi, mengingat diversifikasi energi adalah pengurangan beban APBN atas BBM bersubsidi; secara otomatis akan memudahkan Pemerintah dalam mengurangi peruntukkan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran,
- Masyarakatlah yang secara 'tak sadar' proaktif membantu percepatan pembangunan infrastruktur pemanfaatan BBG melalui installment pembelian dan pemasangan unit Converter Kit dan karakter pengadaan tidak simultaneous secara masif namun menyesuaikan dengan tingkat frekuensi konsu men itu sendiri dalam pemakaian BBM.
Cons: Tentunya kalkulasi dan verifikasi data
informasi transaksi pembelian BBM termasuk besaran cicilan installment
memerlukan investasi mahal.
Dan juga membutuhkan waktu yang terintegrasi
dalam tools dan tekhnologi serta SDM yang unggul dalam melakukan desain
implementasi, pencatatan informasi (data kendaraan, transaksi dan volume BBM),
transfer data dan validasi angka-angka perhitungan.
Sejauh ini Pemerintah c.q. Pertamina tengah
melakukan pemasangan Radio Frequency Identification (RFID) melalui program
Program SMPBBM (Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak).
*M. Arief R. Hakim (pelajar Master in Energy Management di
Belanda dan pemerhati masalah migas Indonesia)
Sumber : www.detik.com