Kurang air susah, banyak airpun sulit. Itulah yang kerap dialami
petani padi. Bagi petani yang menggarap lahannya di daerah tadah hujan,
biasanya baru mulai tanam saat musim hujan. Bagaimana dengan petani berada di
wilayah dengan debit air berlebih?
Untuk
itu perlu trik khusus. Perlu diingat padi bukanlah tanaman air, melainkan
tanaman yang membutuhkan air. Dengan demikian, selama masa pertumbuhan tanaman
padi tidak boleh digenangi air secara terus menerus. Karena itu pada lahan
sawah yang berdrainase buruk, pertumbuhan padi sangat merana.
Salah
satu contoh wilayah yang berdrainase buruk adalah Desa Tukadmungga,
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali. Dari luas lahan sawah
81 hektar (ha), sepertiga lahannya berdrainase buruk.
Berdrainase
buruk karena kondisi tanahnya sepanjang tahun basah. Selain itu, air
tanah pada petakan sawah tidak bisa dikeluarkan karena ketinggian
air pada parit sama dengan air pada petakan sawah. PH tanah juga sangat
rendah yakni 4 – 5.
Ida
Ayu Putu Mahaindri, PPL Wilayah Binaan Tukadmungga, Kecamatan Buleleng,
Singaraja Bali mengatakan, sesuai pengalaman petani tanaman padi yang
ditanam di lahan yang berdrainase buruk, awal pertumbuhan padi sangat jelek.
Daun padi terlihat berwarna merah karena keracunan Al dan Fe. Ini
berlangsung hingga tiga minggu. Setelah minggu ke tiga barulah mulai ada
perubahan. “Diawal pertumbuhan biasanya tanaman padi dibiarkan saja oleh
petani. Tapi, setelah memasuki minggu ketiga barulah dilakukan pemupukan,” kata
Ida Ayu.
Berdasarkan
pengalaman lanjut Ida Ayu, jika diawal pertumbuhan tanaman padi dilakukan
perlakuan selayaknya tanaman padi di lahan normal, justru kondisi tanaman
semakin memburuk. Setelah dilakukan analisa usaha, ternyata biaya usahatani di
lahan yang berdrainase buruk jauh lebih besar, tapi produksinya lebih rendah.
“Dari permasalahan tersebut, saya coba mengganti vareitas tanaman padi yang
biasa ditanam dengan varitas Inpara 2,” katanya. (Editor : Ahmad Soim)
www.sinartani.com