Pusat Studi Perlebahan Lembaga
Penyakit Tropis Universitas Airlangga (LPT Unair), Surabaya sedang melakukan
uji klinis terhadap manfaat propolis lebah bagi kesembuhan pasien
HIV/AIDS.
Penelitian ini terinspirasi dari uji
coba bee venom atau racun lebah di Amerika yang berhasil
menyembuhkan seorang gadis sembilan tahun. Ketua Pusat Studi Perlebahan LPT
Unair James Hutagalung mengatakan, kelompok studinya juga melakukan hal serupa.
Namun, James dan timnya melakukan
uji coba terhadap pasien HIV/AIDS dengan menggabungkan terapi propolis atau
air liur dan racun lebah. Riset dengan racun lebah banyak dilakukan di luar
negeri. Namun baru pertama kali di Indonesia.
Racun dari lebah ternyata mampu
menembus dinding sel virus. Ia tidak menghancurkan tapi menembus sehingga
virusnya mengecil dan bersifat saling membunuh dan lama-kelamaan hilang. James dan rekannya melakukan uji
coba klinis terhadap seorang pasien laki-laki dewasa penderita HIV/AIDS. Pasien
ini datang ke LPT Unair dalam keadaan sudah koma selama tiga-empat pekan.
Dalam tiga pekan pemberian propolis,
terjadi perubahan pada pasien. Hasilnya cukup mengejutkan, pasien yang telah
koma ini sadar dan mampu membuka mata. Selama terapi, pasien diberi propolis
dosis 500 miligram tiga kali sehari. Tablet propolis yang sudah
dihancurkan dimasukkan dalam cairan infus pada pagi, siang dan sore hari.
Selain propolis, pasien juga
diterapi dengan sengat lebah satu pekan sekali. Pasien menerima dua sengat
lebah sekali terapi, di kiri dan kanan leher belakang. "Bahan aktif yang berperan
penting dalam proses penghancuran sel itu disebut melitin yang ada di
dalam bee venom. Sedangkan di dalam propolis ada tujuh bahan
aktif, salah satunya adalah flavonoid," ujar James.
Propolis berada di dalam rumah lebah.
Warnanya kehitaman. Propolis adalah campuran dari nektar dan air liur
lebah. Propolis yang dikumpulkan berasal dari jenis lebah dari Eropa, Apis
Mellifera.
Propolis yang telah dikumpulkan, diambil
ekstraknya dengan cara maserasi. Perbandingannya, satu kilogram propolis dicampur
dengan lima liter ethanol. Kemudian dikocok selama dua pekan. Proses tersebut
dinamakan maserasi.
Setelah dimaserasi, campuran propolis
tersebut dikeringkan dengan alat rotavapor atau alat penguapan. Dari
proses ini tertinggal kristal-kristal propolis atau ekstraknya. Ekstrak
inilah yang diberikan pada pasien. Ekstrak ini sudah bisa dimanfaatkan karena
dibuat dalam bentuk tablet. "Pemberian obat alami atau natural
medicine ini dilakukan secara simultan dengan obat antiretroviral,"
kata James.
Terapi ini diberikan selama jangka
waktu tiga bulan atas persetujuan dari keluarga pasien. James berharap dalam
tiga bulan ke depan hasilnya maksimal. Artinya, pasien dapat sehat kembali.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID