Bahan
utama pembuatan bokhasi adalah feses (kotoran hewan), sekam atau serbuk
gergaji. Bahan lain yang sangat dibutuhkan adalah dedak, EM-4 dan molasses
(tetes tebu)/gula pasir atau gula merah. Bila bahan-bahan tersebut sudah siap,
maka dapat dilakukan proses pembuatannya yaitu (a) melarutkan molases atau gula
dan EM-4 dengan air secara merata; (b) campurlah feses, sekam atau serbuk
gergaji dan dedak secara merata; (c) dilakukan penyiraman larutan I ke dalam
bahan 2 secara perlahan-lahan dan merata; (d) bahan yang sudah dicampur
selanjutnya dapat diletakkan diatas tempat yang kering, atau dapat juga
dimasukkan kedalam ember atau karung. Bila proses penuangan bokasi pd lantai
sudah selesai, tumpukan bokhasi ditutup dengan karung goni atau terpal; (e) diusahakan
suhu tumpukan sekitar 40-50ºC, suhu diusahakan dikontrol minimal sehari sekali.
Bila suhunya melebihi 50ºC, tumpukan bokhasi dapat dibalik, didiamkan sebentar
agar suhu turun dan ditutup kembali. Hal ini harus dilakukan secara rutin,
Proses
pembuatan bokhasi (fermentasi) berlangsung sekitar 4-7 hari. Setelah bahan jadi
bokhasi, karung goni penutupnya dapat dibuka. Bokhasi yang berhasil (yang baik)
memiliki karakteristik sebagai berikut : warna hitam, tekstur gembur, tidak
panas dan tidak berbau. Dalam kondisi tersebut bokhasi dapat digunakan sebagai
pupuk.
Hj. Hasniati, SH, Kepala Desa Masago sangat mengapresiasi bimbingan pembuatan pupuk bokhasi ini agar limbah-limbah peternakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman yang kandungan unsur haranya meningkat setelah difermentasi. “Dengan penggunaan pupuk bokashi ini secara teratur, seperti yg dikatakan Ibu PPL, maka akan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Disamping itu biaya produksi juga bisa diminimalisir dan yang terpenting kondisi kondisi tanah akan tetap stabil dan terjaga. Sehingga dalam rangka peningkatan produksi tanaman pertanian, penggunaan pupuk bokashi merupakan salah satu alternatif yang bijak, efektif dan efisien” ujarnya saat para petani mengambil pupuk bokhasi kotoran sapi yang sudah jadi dan siap diaplikasikan. (Y.A.Y)
Hj. Hasniati, SH, Kepala Desa Masago sangat mengapresiasi bimbingan pembuatan pupuk bokhasi ini agar limbah-limbah peternakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman yang kandungan unsur haranya meningkat setelah difermentasi. “Dengan penggunaan pupuk bokashi ini secara teratur, seperti yg dikatakan Ibu PPL, maka akan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Disamping itu biaya produksi juga bisa diminimalisir dan yang terpenting kondisi kondisi tanah akan tetap stabil dan terjaga. Sehingga dalam rangka peningkatan produksi tanaman pertanian, penggunaan pupuk bokashi merupakan salah satu alternatif yang bijak, efektif dan efisien” ujarnya saat para petani mengambil pupuk bokhasi kotoran sapi yang sudah jadi dan siap diaplikasikan. (Y.A.Y)