Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014)
merupakan salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan
upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya
domestik. Program tersebut merupakan peluang untuk dijadikan pendorong dalam
mengembalikan Indonesia sebagai eksportir sapi seperti pada masa lalu.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan swasembada
dagin namun mengapa sampai saat ini masih hanya sekedar wacana. Salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah adalah larangan adanya pemotongan betina
produktif di berbagai Rumah Pemotongan Hewan (RPH), upaya lainnya yaitu melalui
perbibitan, penegasan aturan larangan pemotongan betina produktif di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH), pendekatan teknologi reproduksi serta ditinjau melalu
pendekatan sosial dan ekonomi.
Swasembada daging diantara lain bertujuan Untuk mengukur
ketahanan pangan dari sisi kemandirian dapat dilihat dari ketergantungan
ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri. Dalam
operasionalnya, konsep mandiri diskenariokan sebagai kondisi dimana kebutuhan
pangan nasional minimal 90 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Ketergantungan pada sapi bakalan impor untuk memenuhi
konsumsi domestik dapat melemahkan upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam
negeri. Salah satu upaya pencapaian percepatan program swasembada daging yaitu
optimalisasi teknologi reproduksi dengan cara IB, kawin alam, Embryo Transfer,
Sinkronisasi Birahi, Memperpendek Calving Interval (jarak beranak)
dan sebagainya.
dan sebagainya.
Peningkatan mutu genetik sapi potong dan perah di Indonesia
sudah lama diupayakan oleh pihak pemerintah, dengan introduksi teknologi
reproduksi Inseminasi Buatan (IB) secara komersial sejak 1976. Kendala dalam
pelaksanaan aplikasi IB pada sapi perah dan potong milik rakyat di Indonesia
yang paling umum terjadi adalah sulitnya pengenalan berahi (estrus) pada sapi.
Sinkronisasi estrus biasanya menjadi satu paket dengan pelaksanaan IB, baik berdasarkan pengamatan berahi maupun IB terjadwal (Timed Artificial Insemination).
Sinkronisasi estrus biasanya menjadi satu paket dengan pelaksanaan IB, baik berdasarkan pengamatan berahi maupun IB terjadwal (Timed Artificial Insemination).
Pelaksanaan kegiatan Sinkronisasi Berahi ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau
(PSDSK) 2014, dengan semakin banyak sapi yang diinseminasi dan menjadi bunting.
Untuk menyediakan tambahan daging ditugaskan kepada provinsi tersebut melalui
program percepatan yaitu secara intensif menambah akseptor IB/KA diikuti dengan
penanganan gangguan reproduksi, program penggemukan dan peningkatan mutu pakan,
pemendekan jarak kelahiran (calving interval) dari 18-20 bulan menjadi 16
bulan.
Penguatan peran unit pembibitan tersebut merupakan sarana
untuk mendukung berkembangnya usaha peternakan. Saat ini bibit sapi diperoleh
dari produksi dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri (impor). Produksi
bibit sapi dalam negeri belum memenuhi kebutuhan disebabkan sebagian besar
usaha pembibitan dilakukan oleh peternak dengan skala pemilikan yang relatif
kecil, dan belum optimalnya peran UPT. Kegiatan pengembangan perbenihan sapi
potong telah dilakukan di berbagai daerah melalui kegiatan Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD), khususnya ditujukan untuk mendukung PSDS tahun 2014.
Dua kebijakan utama mencapai swasembada daging adalah
pemanfaatan induk lokal dengan cara tunda potong sapi betina produktif, dan
impor induk sapi. Data terbaru hasil Sensus Pertanian 2013 (SP-2013) secara
resmi belum diumumkan. Namun, saat ini sudah beredar berita yang menyebutkan
populasi sapi potong hanya 12- 12,5 juta ekor. Penurunan populasi itu
ditengarai akibat pemotongan sapi secara besar-besaran sebagai dampak harga
daging sapi yang bertahan relatif tinggi.
Pemotongan betina produktif dilakukan karena ada berbagai
penyebab dan alasan. Jagal, sebagai satu-satunya pelaku pemotongan sapi betina
produktif, mempunyai alasan utama yaitu mencari keuntungan jangka pendek
sebesar-besarnya.
Upaya program pencapaian percepatan swasembada daging yang
sudah dinyatakan diatas dapat berjalan apabila kesadaran seluruh pemangku kepentingan
mulai dari peternak, pedagang, jagal, dan konsumen sa mpai pada petugas
ditingkatkan serta kebijakan- kebijakan berupa undang-undang yang ada
diimplementasikan dengan baik.
(Junita Mayzura, Mahasiswa Peternakan Unsoed, Jawa Tengah)