Pertanaman padi yang menggunakan pranatamangsa yang tepat yakni
ditanam saat sinar matahari intensitasnya tinggi dan cukup panjang dapat
dipastikan produksi padi relatif lebih tinggi, kehilangan hasil rendah. Karena
tersedianya sinar matahari yang intensitasnya tinggi dan lamanya penyinaran
maka proses pengeringan gabah akan berjalan cepat, mudah dan murah yang mampu
mencegah kehilangan hasil karena busuk dan berkecambah sebesar 30-40% dan
kualitas gabah prima, harga jual tinggi dapat 15% di atas HPP.
Ada hubungan “regressi” yang kuat, hubungan “causal” sebab dan
akibat antara faktor intensitas dan lamanya penyinaran sinar matahari dengan
proses produksi, proses pengeringan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pertanaman padi yang mendapat sinar matahari yang intensitasnya
tinggi waktunya cukup, pada saat proses produksi untuk proses asimilasi dan
photosintesa padinya akan tinggi, kehilangan hasil dapat ditekan sebesar 30-40%
dan kualitas gabah prima, harga jual 15% di atas HPP.
Bukti empiris yang sangat luas dan besar dapat kita lihat
pertanian di daerah sub tropis mulai Amerika Serikat, China, Eropa dan Kanada
kegiatan pertaniannya pada saat musim panas “summer”.
Intensitas dan lamanya penyinaran cukup panjang, pada bulan-bulan
tertentu sinar matahari bersinar bisa mencapai 14 jam sampai 16 jam per hari.
Karena intensitas tinggi temperatur udara bisa mencapai 40-420C.
Di samping intensitas matahari sangat kuat dan waktu penyinaran
varietas tanaman yang ditanam berumur panjang sehingga energi matahari untuk
photosintesa dan asimilasi lebih lama dan lebih banyak. Pertanaman padi,
jagung, kedelai yang ditanam berumur panjang sehingga produktivitas tinggi,
serangan hama kecil, pengeringan pun mudah dan cepat.
Ada beberapa kontradiksi/paradoks dengan kegiatan penelitian dan
pertanian di Indonesia, pertama justru memperkenalkan varietas padi yang
berumur pendek yang dapat dipastikan kemampuan memanfaatkan energi sinar
matahari untuk keperluan photosintesa dan asimilasi menjadi lebih sedikit.
Kegiatan paradoks/kontradiksi (bertentangan) yang kedua adalah
pertanaman padi musim hujan pertama (MH I), ditanam saat intensitas penyinaran
dan lamanya penyinaran pada titik terendah yaitu saat musim hujan deras.
Pertanaman padi saat musim hujan termasuk langit tertutup awan
menghalangi sinar matahari. Pada saat musim hujan sering penyinaran matahari
hanya 2-5 jam saja, bahkan seharian penuh tidak ada sinar matahari.
Dapat dibayangkan betapa rendahnya produktivitas pertanaman padi
MH I di Indonesia, karena hal-hal sebagai berikut: 1) Kemampuan varietas untuk
menangkap energi matahari sangat sedikit karena varietas berumur pendek,
artinya asimilasi dan photosintesa kecil sekali, 50% di bawah varietas lokal;
2). Energi matahari pada saat musim hujan, berada pada titik terendah, 10-30%
dibandingkan musim kemarau; 3). Panen dan proses pengeringan pada saat musim
hujan mengakibatkan kehilangan hasil tinggi sekali 30-40%, biaya mahal.
Para peneliti padi di IRRI dan peneliti di Kementerian Pertanian
memiliki asumsi dan harapan sebagai berikut: 1). Dengan varietas umur pendek
petani akan cepat mendapatkan hasil dan untung; 2). Dengan varietas umur pendek
IP 200 dapat dirubah menjadi IP 300 berarti ada 3 kali panen; 3). Dengan
varietas yang gabahnya mudah rontok, post harvest akan lebih mudah.
Asumsi-asumsi tersebut tidak terjadi dengan beberapa alasan
sebagai berikut :
1). Merubah varietas lokal dengan varietas yang berumur pendek
yakni varietas unggul telah merubah waktu panen tanaman padi dari yang semula
panen saat matahari bersinar terang, menjadi panen saat musim hujan. Produksi
rendah, data BPS menunjukkan produksi rata-rata 5 ton/GKG/ha. Dengan data
rata-rata BPS kita tidak dapat melihat masalah yang nyata di lapangan, sebab
kenyataannya di lapangan ada 3 kelompok data: a). data musim hujan I padi yang
tanam Okt-Nov dan panennya Januari-Februari produksi rendah di bawah 4 ton/GKG;
b). data musim hujan II padi yang tanam Januari-Februari panen April-Mei
produksi bisa mencapai 6-7 ton/GKG/ha; c). data musim kemarau, produksi padinya
bagus.
2). IP-300; Cita-cita IP-300. Konsep ini konsep membahayakan
karena apabila sepanjang tahun tanam padi, artinya siklus hidup hama tidak
terputus. Akan terjadi ledakan hama. Apabila konsep ini diaplikasikan bisa
terjadi tahun kesatu IP-300, tahun kedua IP-300, tahun ketiga IP-0 (tidak ada
petani yang mau tanam padi karena rugi dan banyak hama).
3). Panen padi yang gabahnya rontok musim hujan, inilah penyebab
terjadinya malapetaka di perpadian, karena panen padi rontok saat tidak ada
matahari, pengeringan sulit, merepotkan, biaya mahal. Padi yang kadar air masih
tinggi di atas 16% sudah disimpan gabah jadi berasap, busuk, tidak laku
dijual.
Dengan merubah pranatamangsa ini kita ingin pemerintah merubah
waktu panen padi dari panen saat musim hujan (Januari-Februari) menjadi panen
padi saat matahari bersinar terang pada bulan April-Mei.
Oleh : Dr. Ir. Soemitro Arintadisastra MEd