Ini
adalah kisah nyata, tentang masalah yang dialami kelompok tani pada saat
mendapat bantuan sapi dari pemerintah. Semoga bisa menjadi pelajaran
berharga bagi peternak sapi lain pada saat menghadapi masalah yang sama.....
Berkat kerja serius dari ketua kelompok, pengurusnya dan para
anggotanya, sebuah kelompok tani di Sukabumi dapat berkembang dengan pesat,
hingga akhirnya dinilai layak untuk mendapat bantuan dari Departemen
Pertanian.
Bantuan berupa dana sebesar Rp.500 juta, sebagai realisasi program
peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui pengembangbiakan sapi. Dana
yang didapat, digunakan untuk membeli sapi-sapi betina produktif yang akan
disembelih di RPH (Rumah Potong Hewan). Sapi betina yang berhasil diselamatkan,
selanjutnya di-inseminasi (IB), agar segera bunting dan melahirkan.
Jumlah sapi betina yang dapat dibeli mencapai 63 ekor. Untuk merawat dan
memelihara sapinya, kelompok tani kemudian membentuk 63 tim, dimana
masing-masing bertanggung jawab atas satu ekor sapi. Sebagai kompensasi, setiap
tim berhak atas satu ekor anak sapi yang dilahirkan, sedangkan induknya tetap
menjadi milik kelompok tani.
Untuk memudahkan pengawasan, kelompok tani memutuskan untuk tidak
menitipkannya di kandang milik perorangan, melainkan mengumpulkannya dalam satu
kandang. Biaya untuk membangun kandang, dikumpulkan dari hasil urunan pengurus
dan anggota kelompok. Nantinya setiap hari secara bergiliran akan ada tim yang
bertanggung jawab terhadap pemberian pakan, pemeliharaan termasuk
keamanannya.
Diatas kertas, proyek ini diperkirakan akan dapat berjalan dengan
lancar tanpa masalah, karena semua hal sudah dipersiapkan dengan matang.
Ternyata, tidaklah demikian pada pelaksanaannya. Disamping masalah-masalah
teknis yang masih dapat diatasi , ternyata muncul masalah non teknis yang
justru membuat pusing kepala.
Jauh-jauh hari sebelum dana bantuan itu turun, beritanya memang telah
menyebar ke mana-mana. Masalah pertama timbul ketika ada satu rombongan yang
mengaku wartawan datang dengan 2 kendaraan sewaan. Katanya, mereka sedang
menjalankan tugas menelisik potensi penyimpangan, oleh sebab itu mereka
memiliki hak untuk memeriksa kelayakan kelompok tani
Ketua kelompok tani kemudian menerangkan bahwa, berdasarkan aturan,
setelah dana cair audit akan dilakukan oleh BPK. Walaupun telah dikatakan bahwa
dana memang belum turun, rombongan oknum wartawan tetap meminta untuk melihat catatan
pembukuan, hasil audit, hingga buku tabungan dan rekening yang dimiliki oleh
kelompok tani.
Tidak hanya itu, oknum rombongan wartawan ini juga mendatangi para
anggota kelompok, sambil berkoar-koar bahwa jika dana diselewengkan, para
anggota kelompok akan dibui. Ujung-ujungnya para wartawan itu meminta makan
siang, rokok kretek, sewa kendaraan, dan oleh-oleh.
Beberapa hari berikutnya, datang lagi delapan oknum wartawan, lagi-lagi
menggunakan kendaraan sewaan, walaupun sebagian menggunakan motor. Sama seperti
rombongan pertama, mereka juga mengaku mendapat tugas pengawasan. Kali ini yang
menjadi obyek adalah pekerjaan membuat kandang. Di akhir kunjungan yang tidak
sebentar itu, mereka selalu meminta bagian dari dana bantuan, makan siang,
ganti ongkos, dan oleh-oleh.
Situasi seperti ini terus berlangsung hampir tiap minggu. Frekuensinya
semakin meningkat pada saat dana turun dan pembelian sapi betina dimulai.
Menanggapi masalah tersebut, ketua kelompok tani kemudian mengatur strategi
jitu.
Pada saat ada oknum wartawan datang, harus mengisi buku tamu sambil
meminta kartu nama berikut koran/majalah tempatnya bekerja. Kelompok tani juga
membuat foto dan merekam pembicaraan saat oknum wartawan itu melakukan
inspeksi, temasuk meminta kwitansi pada saat oknum tersebut meminta uang. Ketua
kelompok kemudian memperkenalkan salah satu kerabatnya yang bekerja di sebuah
harian nasional terbesar di Indonesia.
Upaya ini ternyata cukup ampuh, jumlah oknum wartawan yang datang jauh
berkurang, hanya sekitar dua atau empat orang saja. Namun, selesai berurusan
dengan oknum wartawan, bukan berarti kelompok tani ini bisa bernapas
lega. Tak lama kemudian muncul masalah baru, kali ini melibatkan oknum
polisi yang selalu datang diantar dengan mobil dinas dan polisi yang masih aktif.
Okum ini mengaku sebagai mantan Kapolres atau Kapolsek.
Modusnya mirip dengan oknum wartawan, yaitu meminta bagian dari dana
bantuan 500 juta itu. Alasannya, dana bantuan tersebut tidak mungkin keluar
jika tidak ada campur tangan dari dewan. Bagian tersebut akan digunakan untuk
mengganti dana kampanye, yang telah dikeluarkan pada saat menjadi tim sukses si
wakil rakyat yang kini memperjuangkan dana bantuan untuk kelompok tani yang
menerimanya.
Menghadapi masalah ini, ketua kelompok langsung mengeluarkan
bukti-bukti, bahwa dana yang didapat sudah dibelikan sapi. Sisa dana yang
tersedia akan digunakan untuk biaya pemeliharaan. Jika tetap memaksa
meminta bagian, ketua kelompok tani menyarankan agar oknum polisi tersebut
membawa saja seluruh sapi yang telah dibeli, tetapi sebelumnya harus
mengembalikan terlebih dahulu, dana urunan yang digunakan untuk membuat
kandang. Diberi pilihan tersebut, oknum polisi akhirnya menolak dan memilih
pulang.
Sumber : beritasatu.com; 22/04/12