Pemasaran ternak sapi
selama ini menjadi persoalan rumit, terutama bagi peternak. Peternak menjadi
pihak yang kerap dirugikan, karena posisi tawarnya lemah. Harga sapi di tingkat
peternak menjadi sangat rendah di bawah biaya produksi. Dalam beberapa tahun
terakhir, harga ternak sapi hanya berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu/kg
berat hidup.
Kondisi
tersebut membuat Eko Dodi Pamono, Sarjana Membangun Desa (SMD) Sapi Potong
Kelompok Ternak Terpadu (Sapo KTT), Bangun Rejo, Desa Polosiri tergerak
membangkitkan gairah peternak sapi. Apa yang dilakukan memang belum banyak
terpikirkan banyak orang.
Bersama
rekan-rekannya sesama SMD di Semarang, Eko berinisiatif mendirikan vila sapi.
“Vila sapi ini sebagai alternatif pemasaran sapi dengan sistem tertutup,” kata
Eko kepada Sinar Tani di sela-sela Gelar Teknologi SMD di Jakarta, beberapa
waktu lalu.
Dengan
model villa sapi, pemasaran sapi akan lebih transparan, adil dan amanah. Sebab
peternak akan mendapatkan harga sesuai dengan berat badan sapi. SMD juga akan
memberikan pendampingan teknologi kepada peternak.
Eko
menjelaskan, KTT Bangun Rejo memberikan solusi bagi peternak dalam berniaga
yakni dengan program tunda potong. Caranya dengan resi kandang melalui vila
sapi. Di dalam vila, ternak sapi akan dipelihara dahulu sebelum kemudian
dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH).
“Vila
sapi akan memotong mata rantai pemasaran yang selama ini telah berjalan,”
katanya. Seperti diketahui tata niaga ternak sapi cukup panjang dari peternak ke
belantik lalu ke pasar hewan kemudian ke pedagang besar, baru kemudian ke RPH.
Akibatnya harga sapi di peternak menjadi sangat rendah, sedangkan keuntungan
terbesar berada di tangan belantik.
Sumber : Sinar Tani (editor : Ahmad Soim)