Masyarakat Sumatera
Selatan dan Jambi saling klaim atas pempek dan duku. Masing-masing wilayah
merasa paling berhak atas dua makanan tersebut. Kisah serupa yang pernah
terjadi di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang di Sulawesi Selatan. Kedua
wilayah itu masing-masing merasa paling berhak dikenal atas produksi kopi
arabica di wilayah mereka.
Kedua wilayah ini memang
berbatasan. Sama-sama berada di dataran tinggi. Nama Toraja memang lebih
terkenal karena tradisi pemakaman unik yang menjadi obyek wisata.
Tim pendaki “Merdeka”
mendapatkan kisah ini saat mendaki Gunung Latimojong yang merupakan puncak
tertinggi di Sulsel. Seorang pemilik perkebunan kopi di Enrekang, Doni (50),
bercerita soal kisah masa lalu tersebut.
"Jadi daerah di
sini ini kan memang tumbuh subur tanaman kopi. Di Enrekang maupun Toraja,"
ujar pemilik kebun kopi puluhan hektare ini kepada merdeka.com, beberapa waktu
lalu.
Kendati dua daerah
tersebut sama-sama kaya akan tanaman kopi, lanjut Doni, namun di Enrekang
tanaman kopi lebih banyak tumbuh subur.
"Di Enrekang itu
kopinya jauh lebih banyak. Nah, gara-gara kopi ini zaman dulu orang-orang
Enrekang sama Toraja sempet musuhan," cerita Doni.
Permusuhan tersebut
berdampak larangan menikah warga Enrekang dengan Toraja. Di masa lalu mungkin
kisah ala Romeo dan Juliet juga terjadi di Toraja dan Enrekang.
"Saking musuhannya
sampai-sampai orang-orang Enrekang enggak boleh nikah sama orang Toraja, begitu
juga sebaliknya. Seperti Romeo dan Juliet saja," kenang Doni.
Doni menceritakan,
daerah Enrekang dan Toraja bersitegang lantaran kecemburuan warga Enrekang yang
harus menghadapi kenyataan bahwa kopi asal Toraja lebih dikenal khalayak.
"Kopi itu
sebetulnya lebih banyak tumbuh di Enrekang daripada Toraja. Tapi orang Toraja
lebih pandai mengatur soal pemasaran. Jadi orang-orang tahunya kopi
Toraja," jelas Doni.
Namun, syukurnya
perseteruan yang dialami keduanya lama-kelamaan luntur dimakan zaman. Kini,
selain kopi asli Toraja, khalayak juga mengetahui kopi Enrekang.
Sumber : Merdeka.com