Beberapa dekade lalu, menentukan
jenis kelamin sapi adalah sesuatu yang sulit. Bukan hal yang tidak mungkin,
tetapi teknologi pada saat itu masih terbatas. Jenis kelamin sangat diperlukan
untuk memulai kategori usaha dalam peternakan sapi.
Untuk peternakan sapi susu maka yang
dibutuhkan adalah sapi betina. Sapi jantan diperlukan dalam penggemukan daging.
Kini, di tangan peneliti senior Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Profesor Syahruddin Said hal tersebut semudah
menjentikkan jari tangan.
"Teknologi Inseminasi Buatan (IB) sperma sexing akan
menghasilkan anak sapi dengan jenis kelamin yang sesuai dengan harapan," ujar Syahruddin.
Teknologi IB Sexing memanfaatkan
sperma genetik dari satu ekor sapi pejantan unggulan. Jika biasanya, saat
ejakulasi sapi jantan hanya mampu membuahi satu ekor sapi betina. Tapi dengan
teknologi IB Sexing, sperma pejantan tersebut dibekukan, untuk kemudian diinseminasikan
pada sapi betina saat masa subur.
Melalui metode tersebut,
perbandingan jenis kelamin dalam populasi di peternakan bisa diatur. Tak hanya
itu, teknologi itu bisa menentukan bibit sapi unggulan di Tanah Air. Syahruddin
menambahkan teknologi tersebut bisa menjawab kekurangan pasokan daging di Tanah
Air.
LIPI sudah menerapkan teknologi
tersebut di perusahaan pembibitan sapi yakni PT Karya Anugerah Rumpin yang
berlokasi di Bogor, Jawa Barat. "Banyak
pengusaha yang enggan bergerak di bidang pembibitan karena risikonya yang
besar," kata Direktur Operasional PT KAR Karnadi Winaga.
Pengusaha lebih memilih usaha
penggemukan dengan membeli bibit sapi impor daripada pembibitan. Besarnya
resiko pembibitan yakni banyaknya kematian anak sapi yang baru lahir. "Anak sapi akan mati jika dalam empat
jam tidak mendapatkan kolustrum dari induknya," kata Karnadi. Berbeda
dengan penggemukan, yang hanya memikirkan pakan yang harus diberikan.
Karnadi yang telah memulai usaha
tersebut sejak 1998 mengatakan sejauh ini pembibitan sapi termasuk usaha yang
menguntungkan. Buktinya, Karnadi yang memulai usaha hanya dengan dua sapi, saat
ini memiliki kurang lebih 3.000 ekor sapi.
Terlebih lagi, adanya teknologi
memudahkan para pengusaha dalam menjalankan usaha peternakan sapi.
Transfer Embrio
Teknologi lain yang dikembangkan
LIPI untuk memproduksi bibit unggul adalah teknologi transfer embrio. Teknologi
itu mengambil sel ovarium betina unggul yang diletakkan pada sapi betina
lainnya.
Normalnya satu betina hanya dapat menghasilkan
satu anak sapi per tahunnya, namun dengan teknologi transfer embrio itu seekor
betina mampu memberikan keturunan kurang lebih 25 ekor per tahun.
Karnadi menceritakan dulu Indonesia
memiliki banyak sapi unggulan seperti Ongole, Bali, maupun Madura. Seiring
waktu, kualitas sapi terus menurun. "Karena
peternak lokal kalau menjual sapi, pasti yang bagus. Tinggallah sapi dengan
kualitas kurang baik yang diternakkan," kata Karnadi.
Karnadi menyesalkan semakin
berkurangnya bibit sapi lokal yang unggul. Padahal dulu Sapi Ongole adalah sapi
terbaik dunia. Syahruddin Said mengatakan dengan menggunakan teknologi transfer
embrio, maka perkembangan populasi lebih cepat sehingga mampu mencapai
kemandirian daging sapi. "Impor
bukan solusi jangka panjang. Kita tidak bisa tergantung terus dengan
impor," kata Syahruddin.
Sumber : Antara.com