Beberapa
kali pemerintah kelimpungan mengantisipasi kenaikan harga pangan termasuk
bawang merah, cabe sampai daging sapi. Hal tersebut lantaran kebijakan
pemerintah yang menerapkan sistem kuota sehingga antara kebutuhan dan
permintaan tidak berimbang, akibatnya inflasi menjadi melonjak. Tercatat
inflasi per Agustus 2013 telah mencapai 7,8%.
Guna merespon hal tersebut,
pemerintah mengubah sistem kuota menjadi menggunakan mekanisme harga refrensi.
Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46
dan 47 tahun 2013. Sementara, mekanisme impor daging dan hortikultura yang baru
terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 84 dan 85 tahun 2013.
Dalam aturan baru tersebut,
pemerintah akan menggunakan harga jual dengan besaran tertentu sebagai
referensi untuk impor sapi, bawang merah dan cabe merah keriting. "Jika
harga daging, bawang merah dan cabe berada di bawah harga referensi, maka impor
akan ditunda," ujar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di kantornya,
Jakarta, Selasa (3/9).
Harga referensi untuk daging sapi
ditetapkan sebesar Rp 76.000 per kilogram di pengecer. Sementara, harga
referensi untuk bawang merah dan cabe merah keriting belum ditentukan. Namun,
lanjut Gita, tidak menutup kemungkinan untuk memberlakukan harga referensi ini
kepada 36 produk hortikultura lainnya. Besaran harga referensi juga bisa diubah
sewaktu-waktu. "Produk hortikultura lainnya akan dimonitor reguler. Bawang
dan cabe kita tahu menyumbang non-core inflasi lebih besar, jadi kepentingan
kita menjaga inflasi. Dan ini bisa dievaluasi kapanpun," tandasnya.
Suswono menambahkan, proses impor
sepenuhnya berada di Kementerian Perdagangan. Sementara, Kementerian Pertanian
hanya mengurusi karantina, atau keamanan pangan impor. "Kementan dalam
kaitannya dengan importasi hanya izin teknis, soal kesehatan hewan. Kemendag
sepenuhnya mengatur importasi," katanya.
Kuota Impor
Sebelumnya, Menteri Koordinasi
Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penghapusan kuota impor yang
dilakukan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bertujuan untuk
mengantisipasi timbulnya praktik kartel. "Tentu itu untuk menghadapi
kekurangan kita yang saat ini, jangan sampai menjadi meningkat harganya
sehingga menimbulkan inflasi. Maksudnya itu mendag dan mentan itu agar jangan
sampai ada kuota menimbulkan distorsi, menimbulkan kartel, menimbulkan
persoalan harga," ujar Hatta.
Hatta menegaskan, Kemendag dan
Kementan memiliki tugas membuat nyaman para petani. Salah satu caranya dengan
memperketat impor produk hortikultura dengan sistem harga, tidak lagi
berdasarkan kuota. "Dijaga pada level petani kita nyaman itu yang dijaga
oleh mendag dan mentan, bukannya kita buka saja impor. Tidak begitu. Tetap saja
harus ada kendali yang tadinya kuota sekarang harga bawah. Jangan sampai petani
kita kena," tegas dia.
Pemerintah menyadari harus
meningkatkan ekspor. Namun, peningkatan ekspor membutuhkan waktu yang cukup
panjang. Pertama, harus mencari pasar baru sambil mempertahankan pasar lama.
Langkah kedua meningkatkan nilai tambahnya. "Jadi berbenahlah pada
struktur sambil mengurangi beban cost, jangan lagi ada pungli, jangan lagi ada
korupsi, jangan ada potongan-potongan, ada fee, ada segala macam karena ini
membebani. Kalau membebani akibatnya kita tidak bisa bersaing," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR RI
Romahurmuziy menilai sistem kuota untuk impor hortikultura agar diganti dengan
sistem tarif guna menyesuaikan diri dengan aturan perdagangan internasional. Ia
mengatatakan ada beberapa produk hortikultura bisa dikategorikan sebagai
domestic injury, sehingga memungkinkan penerapan saferguard. "Bawang putih
misalnya, dulu luas lahannya mencapai 250.000 hektare, sekarang tinggal 25.000
hektare. Itu kan bukti kalau ada domestic injury," ujarnya.
Sebagai informasi, safeguard adalah
mekanisme penambahan bea masuk untuk produk tertentu. Romahurmuziy mengatakan
mekanisme tersebut bisa digunakan jika terjadi domestic injury. Selain
menurunnya minat petani menanam bawang putih, indikasi lain mengenai domestic
injury adalah laju pertumbuhan impor hortikultura Indonesia. Menurutnya, impor
hortikultura beberapa tahun terakhir telah melampaui pertumbuhan ekonomi
Indonesia. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6,2%--6,3%, sedangkan
pertumbuhan impor hortikultura 2009--2013 mencapai 14%. Bahkan, di 2011--2013
pertumbuhannya mencapai 30, ini jelas domsetic injury," bebernya.
Romi menambahkan Indonesia
kemungkinan mendapatkan somasi jika menerapkan sistem safeguard. Meski
demikian, lanjutnya, hal tersebut tidak masalah asalkan pemerintah bisa
menjelaskan bawah penerapan sistem tersebut ditujukan untuk melindungi petani
lokal. Produk lainnya yang bisa dikategorikan sebagai domestic injury adalah
buah-buahan. Romahurmuziy menyebut buah lokal saat ini sudah menghilang dari
pasaran karena banjirnya produk impor.
http://romahurmuziy.com/Berita/tabid/493/articleType/ArticleView/articleId/7114/Impor-Bawang-Cabe-dan-Daging-Gunakan-Mekanisme-Harga.aspx