DIORAMA PENYULUHAN PERTANIAN-Manage. Peternakan di Indonesia harus mengubah strategi agar mampu
bertahan dan bahkan mampu bersaing dengan produk luar baik dalam memperebutkan
pasar nasional maupun pasar internasional. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut di atas, penulis mengemukakan sepuluh dasar peternakan yang harus
dikembangkan dan diterapkan di Indonesia. Sepuluh dasar tersebut yang penulis
namakan Dasasila Peternakan telah diseminarkan di forum seminar nasional yang
diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2004 di Bengkulu. Konsep ini
meliputi hal-hal diantaranya adalah Sila pertama yaitu Interaksi Pelaku Peternakan yang Harmonis.
Sila pertama dan kedua merupakan
sila yang amat fundamental. Kedua sila ini merupakan atmosfir ideal yang hendak
diraih, dan juga merupakan intisari dari sila-sila selanjutnya. Pada sila pertama dikemukakan bahwa untuk
mencapai dunia peternakan yang ideal, para pelaku peternakan baik yang terkait
secara langsung ataupun tidak langsung harus berinteraksi secara harmonis. Yang
dimaksud dengan para pelaku peternakan antara lain pemerintah (dalam hal ini
Departemen Pertanian sub peternakan beserta jajarannya, Direktorat Jenderal
Peternakan, Dinas-dinas Peternakan dll.), Asosiasi-asosiasi Peternakan, Bank,
Pengusaha, Peternak, Perguruan Tinggi dan lain sebagainya yang terkait dengan
dunia usaha peternakan.
Interaksi antar pelaku peternakan
yang harmonis dapat diamati pada Bagan 1 di bawah ini. Dari bagan tersebut,
pemerintah berperan sebagai koordinator semua kegiatan peternakan, dimana dalam
membuat kebijakan umum harus melakukan koordinasi dengan seluruh komponen yang
terlibat dalam peternakan. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang
menguntungkan semua pihak.
Bagan di atas menunjukkan adanya
kesejajaran antara pelaku peternakan di bawah koordinasi pemerintah, sehingga
satu dengan yang lainnya tidak bersifat dominan. Untuk mencapai kesejajaran,
maka peternak harus berada dalam suatu wadah yang kokoh yaitu koperasi mandiri
yang menasional, yang mempunyai kekuatan tawar dengan pelaku peternakan
lainnya. Semua elemen pelaku peternakan secara bebas memberi umpan balik kepada
perintah dan dapat memberi input terhadap elemen lainnya. Pemerintah selain
sebagai koordinator, ia juga sebagai pihak evaluator dan pengontrol pelaksanaan
kebijakan di lapangan. Jadi, untuk menghasilkan interaksi yang harmonis perlu
adanya sistem peternakan yang baik.
Dalam konsep sistem peternakan
meliputi proses, struktur dan fungsi. Proses merupakan pola-pola yang dibuat
oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu dengan lainnya. Dalam sistem
peternakan lembaga seperti departemen pertanian, direktorat jenderal
peternakan, asosiasi-asosiasi, birokrasi dll. tidak lain adalah proses-proses.
Lembaga-lembaga ini mempunyai kehidupan masing-masing. Mereka mencerminkan
struktur perilaku. Struktur ini meliputi lembaga-lembaga formal dan informal.
Sementara fungsi adalah membuat keputusan-keputusan yang mengikat seluruh
masyarakat seperti kebijakan umum dan pengalokasian nilai-nilai dalam
masyarakat peternakan.
Dalam sistem peternakan ada 4
komponen yang harus diperhatikan yaitu kekuasaan, kepentingan, kebijakan dan
budaya peternakan. Kekuasaan adalah cara untuk mencapai hasil yang diinginkan
dalam alokasi sumber daya di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Kepentingan adalah sebagai
tujuan-tujuan yang ingin dikejar oleh pelaku peternakan. Kebijakan sebagai
hasil interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk
undang-undang. Budaya peternakan adalah sebagai orientasi subjektif individu
terhadap sistem peternakan yang berlaku. Keempat komponen tersebut harus
dibangun secara bersama, agar dicapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak
yang bergerak di bidang peternakan.
(Prof. Ir. Urip Santoso, S.IKom.,
M.Sc., Phd – Jur. Peternakan, Fak. Pertanian, Univ. Bengkulu)