"Saya mendapatkan kabar dari petugas BPS, bahwa telah terjadi penurunan populasi dibandingkan dengan sensus 2011," ungkap Teguh di Jakarta, Selasa (25/6).
Ia mengkhawatirkan populasi yang menurun karena terjadinya pemotongan terhadap sapi betina produktif. Pasalnya dengan memotong sapi betina produktif maka bisa membuat ketergantungan terhadap impor. "Pada prinsipnya, sapi-sapi lokal harus jadi tulang punggung sektor peternakan. Caranya?, saya rasa banyak orang pinter di Kementan yang bisa meningkatkan produksi sapi-sapi lokal," ucapnya.
Selain itu, Teguh mengatakan Pemerintah jangan hanya mengandalkan impor berupa daging sapi fresh akan tetapi lebih mengimpor sapi bakalan yang bisa dimanfaatkan sehingga bisa bernilai tambah. "Kalau sapi impor sapi bakalan bisa untuk dikembang biakkan dan digemukkan yang nantinya akan ada nilai tambah. Kalau impor dagingkan tidak ada. Dan semakin kesini, pemerintah semakin sering mengimpor daging dari pada sapi bakalan," tegasnya.
Menanggapi pernyataan Teguh, Direktur Budidaya Ternak Kementerian Pertanian Fauzi Luthan menyatakan bahwa pihaknya bekerja sesuai dengan realitas. "Kalau memang hasilnya turun, kita akan terima itu. Namun kita akan pelajari lagi dan akan cari kalan keluarnya," katanya. Namun, ketika ditanya apakah bisa menyebabkan impor bakal meningkat, Fauzi menyatakan bahwa patokan impor bukanlah jumlah populasi sapi melainkan konsumsi.
Fauzi menduga penyebab turunnya populasi disebabkan karena beberapa hal. "Kemungkinan ada sapi petina produktif yang dipotong. Apalagi kalau sedang bunting maka yang mati ada dua yaitu induk dan anaknya. Lalu yang kedua, harga daging yang tinggi sementara harga susu yang rendah membuat sapi perah dijual dan dipotong. Hal-hal seperti ini bisa saja terjadi sehingga populasi bisa menurun," tambahnya.
Jika mengacu proyeksi Kementerian Pertanian dalam cetak biru Swasembada Daging Sapi 2014, populasi sapi potong 2013 ini harusnya mencapai 16,6 juta ekor. Naik 2 juta ekor dibandingkan 2011 yakni 14,6 juta ekor karena peningkatan populasi. Populasi 16,6 juta ekor itu juga sudah memperhitungkan pasokan daging sapi ke pasar dalam negeri yang terus naik setiap tahun. Melihat proyeksi populasi sapi pada sensus 2013, dibandingkan proyeksi sesuai cetak biru, terjadi selisih populasi hingga lebih dari 5 juta ekor.
"Mengacu cetak biru, harusnya populasi sapi potong 2013 bertambah 2 juta ekor dibandingkan 2011, tetapi diproyeksikan malah lebih rendah 5 juta ekor dibandingkan proyeksi populasi 2013 sesuai blue print," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menjelaskan bahwa pemerintah akan mengkaji ulang kebijakan dengan mengacu data Sensus Pertanian 2013. "Kami akan mencoba mengkaji ulang agar lebih meyakinkan populasi sapi cukup atau bagaimana," ujar Rusman. Hasil sensus sekaligus digunakan untuk merumuskan sebaran sapi yang ada di Indonesia. Jika terungkap bahwa terjadi kekurangan populasi, maka Kementan akan menata kembali kebijakan terkait tata niaga sapi. Termasuk diantaranya menyiapkan sapi potong hingga menjadi produk olahan.
Agar efektif, pemerintah juga akan memperpendek rantai distribusi. Caranya dengan merevitalisasi 18 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemerintah pun mengurangi transportasi sapi hidup dari sentra produksi ke sentra konsumsi di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Nantinya hanya karkas dan daging beku yang dibawa ke sentra konsumsi. Jika kebijakan ini sudah dijalankan, diharapkan distribusi sapi menjadi lebih lancar. Wilayah DKI Jakarta pun semakin bersih dari limbah yang berasal dari RPH. "Tidak akan ada lagi RPH dalam 2-3 tahun mendatang," lanjut Rusman.
Program-program pertanian juga akan disesuaikan dengan mengacu hasil sensus terbaru. Kajian ulang bukan hanya dilakukan di sektor perternakan, tapi secara menyeluruh di semua sektor pertanian. Termasuk dalam hal ini penguasaan lahan oleh petani gurem.
Seperti diketahui pemerintah masih berpegangan pasokan sapi lokal sangat cukup namun hanya terkendala distribusi. Pemerintah berpegang pada data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus sapi dan kerbau tahun 2011 yaitu berjumlah 16.707.204 ekor yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.
Sekjen Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Afan Anugroho mengatakan menilai masih mahalnya harga daging, disamping turunnya populasi dan meningkatnya permintaan namun pemerintah beralibi secara jumlah populasi sapi lokal sangat cukup "Masalahnya populasi itu tak mencukupi, populasi yang diklaim pemerintah sekian juta ekor ternyata tak bisa diserap oleh market dan tak satu pun pengusaha yang seketika menyerap sapi, ini membuktikan ini ada kendala disuplai, ini sudah tak bisa dibantah lagi," tegas Afan.
Menurut Afan, ada beberapa alibi pemerintah yang terbantahkan soal penyebab lonjakan harga daging sapi yang tetap bertahan hinggi kini. Ia mencatat setidaknya ada alasan pemerintah yang telah gugur.
Misalnya soal alasan harga daging tinggi karena persoalan distribusi dan transportasi. Namun menurutnya, saat ini sudah dimulai pembangunan rumah potong hewan (RPH) di sentra-sentra sapi seperti Jawa Timur, NTT, dan NTB, lagi-lagi harga daging sapi belum turun juga. "Soal tuduhan penimbuhan, itu nggak mungkin ditimbun apalagi sapi hidup karena soal biaya pakan yang tinggi, tapi kalau daging masih bisa 2 bulan disimpan, tapi itu pun perlu biaya listrik," katanya.
Sumber : http://www.neraca.co.id/harian/article/29943/Populasi.Sapi.Nasional.Diperkirakan.Anjlok.20