Kasus suap impor daging sapi terus
menggelinding. Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq pun ikut terseret dalam
kasus yang merugikan negara puluhan miliar rupiah ini.
Saat harga daging melambung tinggi
hingga Rp 90 ribu per kilogram, Kementerian Pertanian malah membuka peluang
untuk impor daging sapi, daripada memproduksi sendiri atau swasembada pangan.
Bahkan, impor daging sapi ini akhirnya menjerat mantan Presiden PKS Luthfi
Hasan Ishaaq serta rekan Luthfi, Ahmad Fathanah.
Luthfi Hasan Ishaaq mengatur
pertemuan di Angus Steak House di Chase Plaza, Jakarta, dan Hotel Arya Duta di
Medan Sumatera Utara. Dia mengatakan pertemuan itu dilakukan untuk mencari
solusi atas kelangkaan daging sapi di pasaran.
Pertemuan pertama di Angus Steak
House, Chase Plaza, Jakarta, pada 28 Desember 2012. Sementara pertemuan kedua
di Hotel Arya Duta di Medan, pada 11 Januari lalu, juga atas inisiatif Luthfi.
"Dalam pertemuan pertama, saya
berbicara dengan Elizabeth dan dia memaparkan soal data dan langkah buat
mengatasi kelangkaan daging sapi," kata Luthfi saat bersaksi di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (17/5) kemarin.
Kemudian, Ahmad Fathanah berperan
sebagai makelar proyek atau kurir yang menerima uang dari PT Indoguna Utama,
untuk selanjutnya diberikan ke Luthfi.
Saat ini, Kementerian Perindustrian
sudah memberikan usulan kepada Kementerian Pertanian untuk memenuhi kuota impor
daging sebesar 8.500 ton hingga akhir tahun. Hal ini, seperti yang dikutip dari
situs kemenperin.go.id.
"Industri pengolahan daging
yang tergabung dalam Nampa membutuhkan 7.000 ton daging impor. Sedangkan 750
ton daging impor diperuntukkan bagi anggota Asosiasi Distributor Daging
Indonesia dan 750 ton bagi produsen pengolahan sosis dan bakso," kata
Direktur Industri Makanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Agro
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Faiz Ahmad. Pemerintah akan memberikan
tambahan kuota impor daging sapi untuk industri pengolahan daging sebanyak
7.000 ton hingga akhir tahun ini. Kuota impor daging sapi pada tahun ini
sekitar 34.000 ton yang dibagi ke semester I sebanyak 20.400 ton dan semester
II 13.600 ton. Namun, pemerintah menggeser kuota impor semester II ke semester
I sebanyak 5.600 ton sehingga kuota pada semester II hanya tersisa 8.300 ton.
Pada zaman orde baru atau tepatnya
kepemimpinan Soeharto, justru terjadi swasemba daging sapi dengan jalan ternak
sapi untuk mengatasi kelangkaan daging sapi. Sekitar Tahun 1971 presiden yang
berkuasa 32 Tahun ini meresmikan Peternakan Sapi Tapos, yang terletak di Bogor,
Jawa Barat.
Peternakan Tapos ditargetkan sebagai
tempat pembibitan sapi yang hasilnya dapat didistribusikan ke daerah-daerah.
Lokasi peternakan Sapi Tapos terletak di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi dan di
Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor yang dimiliki oleh PT Rejosari
Bumi.
Pada saat itu, Soeharto mendirikan
Tapos untuk membangun peternakan yang mandiri, dalam rangka membantu pemerintah
dalam pengembangan ternak besar. Di areal ini dikembangbiakkan sapi potong dan
sapi perah, mulai dari pembibitan hingga penggemukan sapi, dengan teknologi
modern untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sekaligus meningkatkan kualitas,
pengembangan teknologi dan SDM.
Pengamat peternakan dari Asosiasi
Ekonomi dan Politik Khudori tidak setuju jika solusi di pemerintahan era
kepemimpinan Soeharto dengan program Tapos atau sebagai tempat pembibitan sapi
yang hasilnya dapat didistribusikan ke daerah-daerah. Pasalnya, itu hanya
bertahan tidak lama.
"Dikatakan lewat Tapos bukan
suatu cara yang benar. Memang, tahun 70-an kita pernah menjadi eksportir daging
sapi dan kerbau. Tapos gak lah itu belakangan," kata Khudori saat
dihubungi merdeka.com.
Sumber : www.merdeka.com
Reporter : Nurul Julaikah (18/5/2013)