Ketika Presiden Sby "kesal
banget" terhadap melonjak nya harga bawang di pasaran, mesti nya ada
diantara para pembantu nya yang mau mengambil tanggungjawab. Sikap ksatria ini,
rupa nya tidak pernah muncul. Yang mengemuka justru lahir nya sikap saling
tuding dan saling membela diri. Kementerian Pertanian merasa apa yang ditempuh
nya sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Kementerian Perdagangan pun begitu.
Bahkan Kementerian Koordinator Perekonomian sendiri, tampak seperti yang
biasa-biasa saja. Padahal, rakyat tentu akan merasa senang, sekira nya ada
pihak yang secara jantan berani mengakui kecerobohan nya.
Muncul nya gagasan yang meminta agar Perum
Bulog berani menjadi "solutor" atas kemelut harga bawang, sebetul nya
cukup menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Sebagai "stabilisator"
dan "regulator", Bulog sudah selayak nya tampil pro aktif dan tidak
cuma duduk manis menyaksikan perkembangan yang terjadi. Rakyat akan senang
kalau para petinggi Bulog mampu melahirkan terobosan cerdas dalam mencari jalan
keluar terbaik atas masalah harga bawang ini. Bahkan harapan rakyat, Bulog
bukan hanya bicara soal bawang semata, tapi akan lebih elegan bila Bulog pun
mampu menjadi "dewa penolong" atas kemelut yang menimpa komoditas
pangan strategis lain nya.
Citra Bulog dalam peta bumi pembangunan
bangsa dan negara, memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Sejak Bulog
"berubah bentuk" dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kehadiran dan keberadaan nya sebagai
"lembaga parastatal", terekam kurang memenuhi harapan banyak pihak.
Penyanderaan IMF terhadap Bulog sejak tahun 1998 lalu menyebabkan kiprah dan
kinerja Bulog berjalan ala kadar nya. Tidak tampak terobosan yang dilakukan.
Masalah nya menjadi semakin mengenaskan, tatkala beberapa petinggi Bulog, mulai
dari Direktur Utama, Direktur dan beberapa pejabat Bulog lain nya, terjerat
dalam kasus korupsi, yang menyebabkan mereka harus dijebloskan ke dalam bui.
Kemelut harga bawang yang baru saja
terjadi dan kemudian diikuti oleh kenaikan harga cabai merah, jangan cuma
dipandang dari aspek melonjak nya harga yang cukup menghebohkan dan membuat
ibu-ibu rumah tangga kecewa berat terhadap Pemerintah. Kondisi ini sepatut nya
dijadikan kunci masuk untuk meneropong ketidak-ajegan nya sistem pangan
nasional secara keseluruhan. Suka atau pun tidak, soal tata niaga pangan,
terkesan masih belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Beberapa fakta
menunjukkan, Pemerintah sendiri tampak lebih fokus pada upaya peningkatan
produksi beberapa komoditas pangan strategis, guna mencapai swasembada.
Walau tidak sepolitis dan sestrategis
beras, bawang dan cabai, tetap merupakan komoditas pangan yang butuh
pengelolaan serius dari Pemerintah. Arti nya, tidak mungkin seorang Presiden
Sby akan "memarahi" pembantu nya, kalau bawang bukan komoditas yang
cukup penting. Inilah barangkali salah satu pertimbangan nya mengapa para
petinggi Bulog, terekam ingin memberi sumbangsih pikiran dan tenaga nya, guna
membantu mengatasi kemelut harga bawang yang sempat menghebohkan itu. Bahkan
beberapa pihak menilai, turun tangan nya Bulog dalam menciptakan stabilisasi
harga pangan, pada hakekat nya merupakan langkah yang pantas kita dukung dengan
sepenuh hati.
Bulog dan bawang, tentu bukan hanya sebuah
rangkaian kata yang tidak memiliki kaitan makna. Kejadian luar biasa yang
mematri harga satu kilo gram bawang hampir sama dengan harga satu kilo gram
daging sapi, benar-benar sebuah kejutan yang mencengangkan. Selama republik ini
berdiri, baru kali ini, harga bawang melambung cukup tinggi. Ibu-ibu rumah
tangga pun jadi kelabakan. Bawang adalah kebutuhan sehari-hari yang tak
tergantikan oleh komoditas pangan lain. Bumbu dapur, jajanan kuliner dan lain
sebagai nya, pasti akan memerlukan bawang sebagai bahan dasar nya. Akibat nya
wajar kalau ibu-ibu rumah tangga pun langsung berteriak dan meminta Pemerintah
untuk sesegera mungkin melahirkan jalan keluar nya.
Masuknya Bulog secara resmi dalam tata
niaga pangan, khusus nya komoditas bawang, diharapkan pengalaman pahit
sebagaimana yang kita alami selama ini, tidak bakal terulang lagi. Bulog memang
perlu pro aktif. Bulog dituntut mampu menerapkan "sistem deteksi
dini" dalam menjawab berbagai persoalan harga pangan. Kita percaya, jika
Bulog mampu tampil prima dan meyakinkan, rasa nya kita tidak akan lagi mencap
bahwa Pemerintah cuma pinter menjadi "pemadam kebakaran".
Salam, Suara Rakyat
sumber : suara rakyat, 27/3/13
sumber : suara rakyat, 27/3/13