Kontes Miss Cow, Nusantara memang kaya dengan
bermacam Warisan Tradisi maupun budaya peninggalan leluhur yang tersebar
di setiap daerah, mulai Sabang hingga Merauke. Di antara khazanah
budaya Nusantara yang masih lestari hingga sekarang juga terserak di
Madura. Pulau yang selama ini dikenal dengan sebutan Pulau Garam dan
kondisi geografisnya yang cenderung tandus terutama saat musim kemarau
tiba ini, meninggalkan banyak peninggalan renik-renik budaya yang
membingkai adat-istiadat, tradisi, kesenian, penghidupan, dan aspek
kehidupan sosio-kulturalnya pada masa silam.
Warisan Tradisi
Salah satu warisan tradisi-budaya yang masih dijumpai di Madura
antara lain, kontes binatang sapi yang diistilahkan Sape Sono’ hingga
kini. Tradisi ini merupakan komplemen dari tradisi Kerapan Sapi yang
sudah familiar bagi masyarakat luas. Jika pagelaran Kerapan Sapi
melombakan adu kecepatan sepasang sapi jantan, maka “Sapi Sono”
merupakan perlombaan untuk sapi betina yang biasanya digelar pada laga
final Kerapan Sapi.
Dari situlah para petani daerah itu terpikir untuk melombakan
sapi-sapi yang berpostur ciamik nan seksi dan bersih terawat. Dalam
perkembangannya, perlombaan sapi itu berimbuh mendandani sepasang sapi
yang dilombakan dengan berbagai aksesoris sehingga penampilannya
terlihat cantik. Kebiasaan ini pun mentradisi dari waktu ke waktu,
sampai diusung menjadi kontes secara meluas khususnya bagi kalangan
masyarakat Pamekasan dan masyarakat Madura pada umumnya di kemudian
hari.
Kriteria Penilaian Kontes Miss Cow
Yang dilombakan dalam Kontes Miss Cow
adalah penampilan fisik berikut keseksian lenggak-lenggok pasangan sapi
betina di arena kontes. Pasangan sapi peserta kontes ini dihiasi
“pangonong” yang terbuat dari kayu berukiran indah juga didandani kalung
berumbai di leher masing-masing. Aksesoris terbuat dari kuningan,
bahkan ada yang terbuat dari emas sehingga berkilau menawan. Layaknya
model yang berlenggak-lenggok dengan penampilan seksi di atas catwalk,
kontestan Sape Sono’ lantas dilepas dari gerbang start diiringi oleh
pemilik atau wakilnya sampai mencapai di gerbang finish. Istilah sono’
sendiri berarti merunduk, karena setiap sapi pesertanya berjalan
merunduk saat dilepas di bawah gerbang start hingga memasuki gerbang
finis.
Tradisi Kontes Miss Cow, selain menjadi tradisi-budaya, juga
menandai upaya pembibitan secara unggul sekaligus pelestarian sapi
Madura yang memang memiliki karakteristik tersendiri. Harga jual
sapi-sapi yang pernah dilombakan apalagi pemenang dalam kontes Sape
Sono’ pun terdongkrak sangat mahal setara dengan sapi Kerapan. Lebih
dari itu, dalam perkembangannya tradisi ini dipatenkan pada 2010 agar
tidak bernasib serupa dengan sederet warisan Nusantara yang diklaim oleh
Malaysia. Jadi, ajang Sape Sono’ ini boleh dibilang kontes “Miss Cow”
ala Madura dengan cita rasa asli Nusantara, hehehe…
sumber : negeri timur dot com