Para
petani di Indonesia sulit menjadi sejahtera akibat kepemilikan areal sawahnya
hanya 0,3 hektare sampai 0,4 hektare per orang. Apalagi infrastruktur pertanian seperti irigasi
banyak yang rusak sehingga areal sawah menjadi kering akibat tidak mendapatkan
air irigasi.
“Luas
lahan pertanian di Indonesia
sekitar 13 juta hektare. Jika dibagi dengan jumlah petani pangan sebanyak 30
juta orang, maka rata-rata lahan per petani hanya sebatas 0,3 hingga 0,4
hektare,” kata Anggota Komisi IV DPR Bidang Pertanian., H. Ma’mur Hasanuddin .
Lebih
jauh Ma’mur mengatakan, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum sedikitnya
3,75 juta hektar sawah atau 52 persen dari total 7,23 juta hektare areal sawah
beririgasi di Indonesia berada pada kondisi rusak ringan, sedang maupun berat.
“Hanya 3,48 juta atau 48 persen di antaranya yang berada dalam kondisi baik,”
ujarnya.
Dengan
kondisi kepemilikan sawah yang sempit dan kerusakan jaringan irigasi sehingga
penyediaan pangan akan menjadi masalah tersendiri. “Belum lagi dengan perubahan
iklim yang menyebabkan kekeringan dan kekurangan pasokan pangan di dunia. Oleh
karenanya tidak mungkin lagi mekanisme impor pangan menjadi tren pemenuhan
kebutuhan pangan domestik ke depan,” katanya.
Dalam
RAPBN tahun 2013 Kementerian Pertanian
direncanakan memperoleh anggaran sebesar Rp 19,0 triliun. Jumlah ini meningkat
sebesar Rp 2,0 triliun atau 11,4 persen bila dibandingkan dengan anggaran
belanja Kementerian Pertanian dalam APBNP tahun 2012 sebesar Rp 17,1 triliun.
“Anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp 18,8 triliun, PNBP
sebesar Rp 64,6 miliar, BLU sebesar Rp 27,0 miliar, pinjaman luar negeri
sebesar Rp 189,5 miliar, dan hibah luar negeri sebesar Rp 5,8 miliar,” katanya
lagi.
Kenapa
masyarakat Indonesia di bingungkan dan dipermasalahkan dengan komoditi pangan
yang menipis atau mahal, apakah tidak bisa masyarakat kita bercocok tanam
sendiri yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutahan dapur masing – masing? Ya
Bisa jawabannya, kenapa tidak? tidak ada lahan luas, ya di lahan
kecil/sempit bisa kita berdayakan, bahkan pekarangan rumah kita pun bisa kita
manfaatkan, tidak punya pekarangan rumah pun bertanam berbasis tabulampot pun
bisa, selama ada kemauan untuk bercocok tanam.
Contohnya
seperti gambar di atas ini, tomat ini di tanam di pekarangan rumah, dan
sangat berhasil, hanya untuk memenuhi kebutuhan dapur sendiri bahkan ini sudah
sangat cukup, tidak perlu lahan luas, tidak perlu jalan jauh – jauh ke ladang,
hanya di rawat setiap hari karena berada di depan rumah / di depan mata.
Bagaimana
bila setiap rumah memiliki komoditi masing – masing ? si A punya cabe, si B
punya tomat, si C punya ketimun dan seterusnya, apakah tidak mungkin terjadinya
barter antar tetangga ? tidak banyak yang harus di beli bahkan mungkin mendapatkan
hasil walau sedikit.
Jangan
terlalu rumit untuk berfikir maju, kecuali bila anda berfikir hal ini menjadi
sebuah kemunduran sebuah jaman, namun yang perlu di ingat kemajuan sebuah jaman
negara dan bangsanya di lihat dari pola fikir dan pola hidup bangsa itu
sendiri.