Dampak negatif perubahan iklim, kekeringan
dan banjir sering menjadi ancaman terburuk, yang dapat mengakibatkan krisis
pangan dan meningkatnya harga pangan dunia. Kenaikan harga kedelai di
pasar internasional misalnya, disebabkan oleh penurunan produksi yang drastis
pada beberapa negara produsen utama kedelai. Jika tidak dikelola dengan baik,
kondisi ini dapat semakin memperkeruh situasi politik dan ekonomi global.
Hal itu mengemuka dalam pidato
kenegaraan HUT Proklamasi ke-67, Presiden Susilo
Bambang Yudhiyono (SBY) di Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Kamis (16/8).
Selain dinamisnya harga minyak dunia, tambah Presiden SBY, harga pangan internasional menunjukkan pergerakan yang makin sulit diperkirakan. Era pangan murah nampaknya telah berakhir. Tingginya harga pangan, diproyeksikan masih akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
Selain dinamisnya harga minyak dunia, tambah Presiden SBY, harga pangan internasional menunjukkan pergerakan yang makin sulit diperkirakan. Era pangan murah nampaknya telah berakhir. Tingginya harga pangan, diproyeksikan masih akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
Karena itulah, kita harus
menyediakan ketersediaan pangan yang memadai melalui optimalisasi sumber
daya domestik. “Kita harus dapat mengamankan penyediaan pangan pokok, utamanya
beras. Target penetapan surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014,
meskipun memerlukan kerja keras kita semua harus dapat kita wujudkan. Swa
sembada pangan, harus kita perluas dan kita tingkatkan,” kata .
Sementara itu, seusai menghadiri pidato kenegaraan, Menteri Perdagangan
Gita Wirjawan mengatakan Indonesia akan bisa berswasembada kedelai dengan penerapan tata niaga kedelai dan harga pembelian pemerintan
(HPP). "Kami sangat berkepentingan untuk menata kedelai," kata Gita Wirjawan.
Pemerintah akan
mengeluarkan peraturan tata niaga kedelai guna menghindari fluktuasi harga dan
kelangkaan pasokan. Pemerintah sudah positif akan menerapkan kebijakan mengenai
HPP kedelai. “Kami sangat ingin mengeluarkan kebijakan HPP agar bisa memberi
insentif kepada petani untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dan
produktivitas para petani tentunya," jelasnya.
Gita, meyakini
swasembada tercapai kedelai setelah kunjungannya ke Jember, Jawa Timur. "Kemarin
saya ke Jember produksi kedelai 2,5 hingga 3 ton per hektare. Produksinya
bagusnya sekali. Kita sedang berbicara dengan mentan dan lembaga terkait untuk
ini bisa direplikasi di tempat-tempat lain agar rata-rata produksi kita bisa
lebih tinggi," paparnya.
Angka produksi
tersebut, menurut dia, jauh di atas rata-rata produksi nasional yang hanya
mencapai satu hingga 1,2 ton per hektare. Juga, Pemerintah sedang menyelesaikan
konsep menjadikan Bulog lebih berperan dalam pengendalian pasokan pangan, tidak
hanya beras. "Untuk konsep Bulog, sedang dalam tahap studi. Mudah-mudahan
tahun ini selesai," tambahnya.
Gita Wirjawan memperkirakan,
kebutuhan kedelai untuk tahun ini bisa mencapai 2,6 juta ton. Sementara untuk
impor, dirinya menambahkan belum bisa memperkirkan apakah impor kedelai akan
berkurang atau tidak. “Semuanya tergantung daripada produksi kedelai yang bisa
dihasilkan. Kalau berkurang maka impornya akan bertambah," pungkasnya.
Sumber : Tabloid AGRINA