Jakarta,
Akhir-akhir ini dunia banyak digemparkan oleh wabah penyakit baru yang
ditularkan oleh hewan ternak. Sampai sekarang, wabah ini masih menjadi
ancaman. Potensi bahaya ini akan dapat diminimalisir jika tenaga dokter
hewan yang ada dapat mencukupi.
Sama seperti halnya persebaran
dokter spesialis, bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang kurang merata,
dokter hewan juga demikian. Namun persebaran dokter hewan lebih buruk
lantaran masih kurang diperhatikan oleh masyarakat dan pemerintah
sendiri.
"Sampai tahun 2010, hanya ada 5 universitas di Indonesia
yang memiliki fakultas kedokteran hewan, yaitu IPB, UGM, Unair, Udayana
dan Universitas Syah Kuala. Tiap tahun, ada 500 orang lulusan
kedokteran hewan, dan kebanyakan lebih memilih bertugas di kota karena
menangani hewan peliharaan," kata Muhammad M. Hidayat, DVM., MSc.,
Kepala Seksi Zoonotik Kementrian Pertanian Indonesia dalam acara Rapat
Koordinasi Jurnalis Tanggap Zoonotik di Hotel Merlynn Park Jakarta,
Kamis (5/7/2012).
Maraknya berbagai kasus penyakit hewan yang
menular pada manusia ini memang seharusnya juga ikut ditangani oleh
dokter hewan. Untuk memutus rantai penularan infeksi penyakit dari
hewan, maka kesejahteraan dan kesehatan hewan juga harus diperhatikan.
Beberapa
penyakit baru yang mewabah akhir-akhir ini dan membahayakan manusia
banyak berasal dari hewan. Secara ilmiah, penyakit yang dapat menular
dari hewan ke manusia atau sebaliknya ini disebut zoonosis. Yang
mengerikan, sebanyak 75% penyakit menular baru yang menyerang manusia
diakibatkan zoonosis.
"Di pemerintah sendiri, terutama di
kementerian, yang banyak direkrut untuk menangani masalah kesehatan
ternak adalah sarjana peternakan. Padahal yang lebih kompeten di bidang
tersebut adalah dokter hewan," kata Andi.
Dengan banyaknya dokter
hewan yang siap melayani kebutuhan masyarakat, maka menjangkitnya
penyakit pada hewan yang berisiko menular ke manusia dapat ditekan.
Wabah zoonosis seringkali berdampak besar pada perekonomian, sehingga
menimbulkan kerugian yang besar.
Andi memberikan salah satu
contoh di daerah pedalaman Sulawesi di mana 147 ekor sapi terserang
antraks dan mati dalam waktu 2 minggu. Apabila ada dokter hewan yang
bisa membantu, mungkin masyarakat tidak harus mengalami kerugian sebesar
itu.
Selain itu, menurut Andi, pemerintah daerah juga terkadang
kurang menaruh kepedulian terhadap penyakit pada hewan. Semenjak
desentralisasi, pemerintah daerah berhak mengubah-ubah susunan
kelembagaan dinas di daerahnya. Jadi tak jarang dinas peternakan
digabung dengan dinas lainnya atau bahkan dihilangkan. Sampai-sampai,
muncul plesetan dinas Perkutut (Pertanian, Perkebunan dan Kelautan),
dinas Buntek (Perkebunan dan Peternakan), dan dinas Kepepet (Kelautan,
Pertanian dan Peternakan).
Tapi setelah melihat kenyataan bahwa
wabah zoonosis tidak bisa dianggap remeh, Andi mengatakan bahwa
pemerintah akan merevisi Undang-undang Otonomi Daerah agar kesehatan
hewan ini dapat menjadi prioritas di setiap daerah di Indonesia.
Bravo... Mantri Hewan.......
Sumber : detik.health dot com