HADI Apriliawan, mahasiswa semester tiga di Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, tidak menyangka
temuannya akan mengubah jalan hidupnya. Sebagai anak peternak sapi, dia
selalu mengenang pesan ayahnya, yang kelak ia penuhi.
"Bapak saya berpesan, 'Nak kalau kamu sudah bisa sekolah tinggi, tolong bapakmu dibuatkan alat yang bisa menyimpan susu sapi agar tidak cepat basi'," kenang Hadi saat ditemui Media Indonesia, di sela-sela acara Technopreneur Pemuda yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi di Jakarta, Senin (9/7).
Impian itu ternyata menjadi kenyataan. Hadi yang mengambil kuliah gelar ganda atau double degree serius memikirkan teknologi apa yang bisa membuat susu tahan lama tanpa disimpan di lemari pendingin. "Susu segar hanya bertahan sampai 5 jam tanpa dimasukkan ke dalam lemari pendingin," ujarnya.
Bila berkaca dari pengalaman orangtuanya yang memiliki 100 sapi perah di Malang, Jawa Timur, banyak susu sapi dibuang sia-sia karena basi. "Tidak hanya bapak saya, tetangga-tetangga juga demikian. Akhirnya kami merugi karena tidak mungkin menjual susu basi," jelasnya.
Hadi kemudian mulai meneliti cara mematikan bakteri patogen yang selama ini menjadi penyebab utama susu cepat basi. Riset dimulai pada 2007. Pemuda asal Dusun Sragi Tengah, Banyuwangi, Jawa Timur, itu menggunakan teknologi teknik pasteurisasi modern dengan metode kejut listrik.
"Saya mengambil teori lompatan proton dalam elektron. Bila kita amati di laboratorium, susu memiliki rongga-rongga atau ruang. Rongga-rongga ini kita isi dengan proton untuk membunuh bakteri patogen," jelasnya.
Kejut listrik
Dari risetnya diketahui, susu menjadi basi karena ada beragam bakteri jahat, antara lain Escherichia coli, Klebsiella, Shigella, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphylococcus aureus, yang bisa menyebabkan diare. Kejut listrik ternyata mampu membunuh bakteri jahat dan mempertahankan bakteri baik. Dia kemudian memopulerkan teknologi pasteurisasi modern itu dengan nama susu listrik.
"Bapak saya berpesan, 'Nak kalau kamu sudah bisa sekolah tinggi, tolong bapakmu dibuatkan alat yang bisa menyimpan susu sapi agar tidak cepat basi'," kenang Hadi saat ditemui Media Indonesia, di sela-sela acara Technopreneur Pemuda yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi di Jakarta, Senin (9/7).
Impian itu ternyata menjadi kenyataan. Hadi yang mengambil kuliah gelar ganda atau double degree serius memikirkan teknologi apa yang bisa membuat susu tahan lama tanpa disimpan di lemari pendingin. "Susu segar hanya bertahan sampai 5 jam tanpa dimasukkan ke dalam lemari pendingin," ujarnya.
Bila berkaca dari pengalaman orangtuanya yang memiliki 100 sapi perah di Malang, Jawa Timur, banyak susu sapi dibuang sia-sia karena basi. "Tidak hanya bapak saya, tetangga-tetangga juga demikian. Akhirnya kami merugi karena tidak mungkin menjual susu basi," jelasnya.
Hadi kemudian mulai meneliti cara mematikan bakteri patogen yang selama ini menjadi penyebab utama susu cepat basi. Riset dimulai pada 2007. Pemuda asal Dusun Sragi Tengah, Banyuwangi, Jawa Timur, itu menggunakan teknologi teknik pasteurisasi modern dengan metode kejut listrik.
"Saya mengambil teori lompatan proton dalam elektron. Bila kita amati di laboratorium, susu memiliki rongga-rongga atau ruang. Rongga-rongga ini kita isi dengan proton untuk membunuh bakteri patogen," jelasnya.
Kejut listrik
Dari risetnya diketahui, susu menjadi basi karena ada beragam bakteri jahat, antara lain Escherichia coli, Klebsiella, Shigella, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphylococcus aureus, yang bisa menyebabkan diare. Kejut listrik ternyata mampu membunuh bakteri jahat dan mempertahankan bakteri baik. Dia kemudian memopulerkan teknologi pasteurisasi modern itu dengan nama susu listrik.
"Ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan menggunakan sistem pasteurisasi tradisional dengan cara memanaskan susu. Kalau susu dipanaskan dengan suhu tinggi, banyak kemungkinan proteinnya akan rusak atau berkurang," terangnya.
Hasil penelitiannya membuktikan, dengan metode susu listrik, kadar protein pada susu tetap mencapai 95%-98%, sedangkan susu dengan pengolahan alat pasteurisasi hanya biasa 50%.
"Kenapa protein tetap bertahan? Karena pasteurisasinya tidak berbasis termal. Selain itu, bila memakai sistem biasa, susu hanya bertahan sampai tiga hari. Kalau dengan susu listrik ini bisa satu minggu," paparnya.
Dari segi pemakaian listrik, teknologi susu listrik tersebut menggunakan daya 90 watt, sedangkan pasteurisasi biasa memakai listrik 1.000 watt-1.500 watt. "Jadi lebih murah, efisien waktu dan biaya."
Saat ini para peternak sapi perah di Malang selalu memakai alat susu listrik itu tanpa harus menunggu lama. "Selesai diperah, langsung ditaruh di wadah aluminium kemudian diberi kejut listrik. Simpan dengan wadah tertutup, akan bertahan sampai satu minggu tanpa disimpan di lemari pendingin," terang Hadi.
Saat menciptakan alat susu listrik itu, Hadi mengujicobakannya untuk warga desa binaannya di Desa Brawu, Kabupaten Malang, yang berjumlah mencapai 36 kelompok. Satu kelompok beranggotakan 20 orang.
"Ya saya bisa melihat apa kekurangannya. Selama ini memang desainnya yang masih harus disempurnakan. Saya mendapat masukan dari para pemakai agar bisa lebih disederhanakan sehingga para pemakai mudah mengoperasikannya."
Mulai usaha
Bagi Hadi, temuan tersebut membawa berkah baginya. Tahun lalu, dia mendirikan tempat usaha bernama CV Inovasi Anak Negeri dan memiliki sembilan karyawan. Berbarengan dengan usaha itu, produknya mulai dijual di pasar dengan modal Rp50 juta.
Sudah banyak perusahaan susu memesan hasil rancangannya itu. Untuk perusahaan susu atau peternak yang memiliki tempat peternakan jauh dari rumah, alat susu listrik tersebut bisa dipakai secara mobile dengan menggunakan dinamo. Omzetnya pun setiap bulan mencapai Rp300 juta.
"Saya baru membuat kalau ada pesanan. Dan Alhamdulillah sudah banyak yang memesan," kata Hadi yang berkeinginan mengembangkan inovasi kejut listrik itu untuk jus buah.
Sejumlah konsumennya datang dari Jakarta, Bogor, Pasuruan, Kepanjen, Lembang, dan lainnya. Dia mendesain alat untuk daya tampung susu mulai 5 liter, 10 liter, 20 liter, 25 liter, 50 liter, dan 100 liter. "Harga untuk alat yang menampung 5 liter Rp7,5 juta, sedangkan 100 liter Rp80 juta. Saat ini saya sudah mengurus paten temuan saya ini."
Teknologi susu listrik tersebut sudah dibawa ke forum inovasi global di Abu Dhabi tahun lalu dan menjadi juara pertama. Tahun ini Hadi akan mengikuti kompetisi yang sama di Amerika Serikat. (M-5)
Sumber : http://www.mediaindonesia.com