Mengerikan
dan memalukan !!! Pantas saja salah seorang petani penggarap di Cijambe
yang memang pemahaman agamanya baik pernah mengatakan tidak akan mau
mengkonsumsi daging ayam, daging sapi atau lainnya yang harus
disembelih, kecuali kalau hewan itu dia sendiri yang menyembelihnya -
selain memang mahal katanya untuk ukuran petani, jadi lauknya memang
benar-benar lauk (ikan): pindang atau peda. Di beberapa acara televisi
pernah diungkap kasus daging celeng hasil olah raga berburu oleh
penduduk ternyata tidak dimusnahkan atau dipakai pakan binatang
peliharaan tetapi malah dijual dan dioplos dengan daging sapi atau
dijadikan dendeng, kemudian kasus daging ayam tiren (bangkai, mati
kemaren), kasus sapi gelonggongan (sapi yang sebelum dipotong dipaksa
menelan air yang dipompa ke kerongkongannya supaya bobot dagingnya
bertambah) yang merupakan salah satu bentuk penyiksaan dan sekarang
lanjut dengan kasus penyiksaan lainnya dengan mencambuk sapi dan
sebagainya sebelum dipotong yang terpublikasikan oleh Stasiun Televisi
ABC.
Dalam Islam, daging yang halal diantaranya adalah daging dari hewan ternak yang disembelih dengan menyebut asma Allah, artinya dengan menyertakan segala bentuk kebaikan dan kebenaran pada saat pemotongan atau penyembelihannya. Bahkan sangat dianjurkan alat yang dipakai untuk menyembelih apakah itu pisau, parang, golok atau alat tajam lainnya tidak sampai terlihat oleh hewan yang akan disembelih. Jadi untuk mendapatkan daging yang halal, harusnya sedemikian santunnya perlakuan dari orang yang akan menyembelihnya terhadap hewan yang akan disembelihnya. Faktanya ternyata tidak demikian, walaupun jelas tidak semuanya keji seperti ini atau digeneralisir seperti ini tapi jelas kasusnya cukup banyak terjadi baik yang diungkap berbagai acara televisi maupun berdasarkan keterangan salah seorang Senator dari Australia. Asma Allah mungkin disebut tetapi tatacara pemotongannya tidak sesuai dengan hakikat asma yang disebutnya, berikutnya tentu kehalalannya jadi dipertanyakan juga kalau tidak boleh dibilang tidak halal.
Dalam Islam, daging yang halal diantaranya adalah daging dari hewan ternak yang disembelih dengan menyebut asma Allah, artinya dengan menyertakan segala bentuk kebaikan dan kebenaran pada saat pemotongan atau penyembelihannya. Bahkan sangat dianjurkan alat yang dipakai untuk menyembelih apakah itu pisau, parang, golok atau alat tajam lainnya tidak sampai terlihat oleh hewan yang akan disembelih. Jadi untuk mendapatkan daging yang halal, harusnya sedemikian santunnya perlakuan dari orang yang akan menyembelihnya terhadap hewan yang akan disembelihnya. Faktanya ternyata tidak demikian, walaupun jelas tidak semuanya keji seperti ini atau digeneralisir seperti ini tapi jelas kasusnya cukup banyak terjadi baik yang diungkap berbagai acara televisi maupun berdasarkan keterangan salah seorang Senator dari Australia. Asma Allah mungkin disebut tetapi tatacara pemotongannya tidak sesuai dengan hakikat asma yang disebutnya, berikutnya tentu kehalalannya jadi dipertanyakan juga kalau tidak boleh dibilang tidak halal.
Indonesia
hanya bisa berbangga diri menyebut sebagai negara muslim terbesar di
dunia, tetapi untuk urusan memotong sapi secara halal ternyata
dipermalukan oleh Australia. Di salah satu acara televisi, saya pernah
menonton tatacara dan prosedur pemotongan hewan ternak di Australia
untuk menghasilkan produk yang halal, tukang potong atau jagalnya
ternyata banyak orang Indonesia dan jelas terlihat mereka ‘terpelajar’
untuk urusan tatacara pemotongan hewan secara Islam. Kalau dibandingkan
tampilan atau tongkrongannya aja dulu dengan jagal di sini, di
Indonesia……… wah jauh nian padahal sama-sama orang Indonesia. Lagi-lagi
masalah SDM, beda tempat, beda sistem, beda para pemimpinnya, SDM-nya
(diberbagai bidang) jadi beda kualitas.
Kondisi
penghentian ekspor harusnya jadi peluang usaha bagi para peternak sapi
untuk meningkatkan produksinya dan membentuk koperasi peternak yang
melayani jasa penjualan/pemasaran/distribusi daging hewan dan sekaligus
jasa pemotongan hewan dengan tatacara dan aturan yang ketat diawasi para
peternak, masyarakat dan pemerintah.