Diare bisa ditemukan pada sapi-sapi yang digembalakan dilapangan ataupun
sapi yang dikandangkan. Diare merupakan gejala yang umum dari suatu penyakit.
Segala kemungkinan tentang sebab-sebab diare dapat terjadi baik yang sifatnya
akut ataupun kronis. Diare akut bisa disebabkan oleh salmonellosis, sidosis,
MCF, keracunan tanaman, keracunan arsen ataupun mucosal disease. Sedangkan
diare kronis dapat disebabkan oleh Johne's disease, mucosal disease,
iostertagiasis, renal amyloidosis dan molybdenosis
Salmonellosis
Salmonella bisa disebabkan oleh Salmonella typhimurium atau Salmonella Dublin. Salmonella typhimurium merupakan spesies Salmonella yang paling banyak ditemukan pada kasus diare.
Salmonella typhimurium dapat menginfeksi berbagai spesies hewan. Tidak demikian halnya dengan Salmonella Dublin, spesies ini memiliki induk semang khusus pada sapi.
Sapi dewasa yang terinfeksi Salmonella Dublin bisa bertindak sebagai karier infeksi bagi sapi-sapi lainnya.
Salmonella bisa disebabkan oleh Salmonella typhimurium atau Salmonella Dublin. Salmonella typhimurium merupakan spesies Salmonella yang paling banyak ditemukan pada kasus diare.
Salmonella typhimurium dapat menginfeksi berbagai spesies hewan. Tidak demikian halnya dengan Salmonella Dublin, spesies ini memiliki induk semang khusus pada sapi.
Sapi dewasa yang terinfeksi Salmonella Dublin bisa bertindak sebagai karier infeksi bagi sapi-sapi lainnya.
Asidosis
Pakan yang terlalu banyak mengandung kalbohidrat
dapat mengakibatkan asidosis. Karbohidrat pakan yang cepat mengalami fermentasi
dalam alat pencernaan sapi. Dalam keadaan akut gejala klinis akan muncul kurang
dari 24 -28 jam. Selain diare, sapi terinfeksi tampak lemah dan tidak mampu
berdiri, ruminansia berhenti dan suhu tubuh kurang normal, bila auskultasi
denyut jantung terasa lemah dan lebih cepat, maka harapan hidup pada kondisi
demikian adalah kecil. Reflek pupil sapi penderita asidosis biasanya jelek,
bahkan sering terlihat sapi dlm keadaan buta.
Hasil pengujian terhadap cairan rumen menunjukkan
adanya penurunan pH rumen hingga kurang 5. Bila cairan rumen ini diperiksa
dibawah mikroskop maka yang tampak adalah protozoa-protozoa yang motil.
MCF
Malignan catarrhal lever
merupakan pennyakit menular yang disebabkan oleh herpesvirus. Penyakit ini
biasanya sapi dewasa yang masih muda, dan banyak ditemukan pada sapi-sapi yang
dipelihara bersama-sama domba.
Konsistensi faeces pada sapi penderita MCF
bervariasi, dari lembek sampai profuse. Gejala klinis ini adalah depresi,
anokresia dan pireksia yang permanen, suhu tubuh 40,5 - 41,50 C.
Pada mata dan hidung keluar eksudat yang mukopurulen. Disamping itu pada sklera
mata terlihat adanya pembendungan dan bintik keputihan yang menyebar secara
sentripetal.
Hiperemis terlihat pada selaput lendir mulut,
erosi bisa terlihat pada papil-papil pipi ataupun langit-langit dan sapi
penderita menunjukkan hipersalivasi. Kelenjar pertahanan dibawah kulit
kandang-kandang membengkak, hematuria dan cystitis kadang-kadang bisa terjadi.
Hiperemia dan lesio pada kulit di daerah perineal sering dijumpai bila penyakit
telah mencapai tahap ensefalitis.
Penyakit ini bersifat fatal, kematian biasanya
terjadi dalam jangka waktu kurang dari 5 - 19 hari sejak timbulnya gejala
klinis. Diagnose bisa atas dasar gejala klinis, pemeriksaan pasca mati dan
pemeriksaan histopatologis. Pada pemeriksaan histopatologis adan didapatkan
adanya vaskulitis pada pembuluh darah otak. Adanya bintik keputihan pada kornea
mata dan pembengkakan kelenjar pertahanan dibawah kulit bisa dikelirukan dengan
mucosal disease. Lesio-lesio pada kulit bisa dikelirukan dengan reaksi
fotosensitisasi akut
Keracunan
Tanaman
Keracunan tanaman banyak terjadi pada sapi-sapi
yang digembalakan didaerah-daerah hutan. Salah satu tanaman beracun yang
banyakdijumpai di beberapa daerah dari berbagai Negara adalah Senecio
jacoboea. Tanaman ini mengandung pyrrolizidine, suatu alkaloid yang
beracun dan merusak sel-sel hati. Sapi-sapi yang memakan tanaman ini akan mati
dalam waktu singkat karena banyak sel-sel hati yang rusak. Kematian biasanya
berlangsung dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu setelah memakan tanaman
ini.
Faeces dari sapi yang keracunan tanaman ini tampak
berwarna hitam dan biasanya sapi menderita juga prolapos rectum. Sapi penderita
tampak gemetaran seperti terkejut dan pada waktu berjalan kaki lebih sering
diseret dari pada dilangkahkan. Kadar bilirubin walaupun meningkat, tetap
peningkatan ini sering tidak terdeteksi.
Pada sapi yang bertahan hidup lebih dari satu
minggu, berat badan turun, produksi susu turun dan reaksi fotosensitisasi
kadang-kadang bisa terlihat. Hasil pengujian potologi klinis selain terjadi
peningkatan kadar bilirubin, juga terjadi peningkatan enzim-enzim tertentu dari
hati. Peningkatan enzim ini terjadi pada permulaan keracunan dan kembali normal
pada waktu gejala klinis muncul.
Pada pemeriksaan pasca mati akan didapatkan pengecilan hati dan pada bidang
sayatannya banyak ditemui adanya jaringan ikat. Oedema akan ditemukan pada
organ-organ visceral dan sedikit cairan bisa ditemukan dalam rongga perut.
Hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan adanya si mata burung dalam sel-sel
hati, inti sel hati mengalami pembesaran (megalositosis).
Keracunan Arsen
Keracunan bahan kimia ini umumnya terjadi pada sapi-sapi yang digembalakan
di daerah pertanian karena bahan kimia ini banyak digunakan untuk perlindungan
tanaman.
Kematian terjadi dalam waktu 20 - 48 jam setelah bahan kimia ini termakan
oleh sapi. Gejala klinis berlangsung cepat, bahkan terkadang tidak dapat
teramati. Sapi mengalami depresi, diare dan seringkali bercampur darah.
Kematian terjadi 12 - 36 jam setelah gejala klinis ini muncul.
Jika sapi masih hidup, urine sapi bisa diambil untuk bahan pemeriksaan di
laboratorium guna mendeteksi adanya arsen. Pada hewan yang mati, arsen
terkumpul dalam hati dengan rata-rata 10 - 15 ppm. Pada pemeriksaan pasca mati
terlihat adanya rumenitis, pembendungan dan perdarah pada selaput lendir rumen.
Abomasitis dan enteritis juga bisa ditemukan.
Mucosal Disease
Mucosal Disease disebut juga BVD (bovine
virus diarrhea) atau diare ganas sapi, dan umumnya terjadi pada
sapi-sapi yang berumur kurang dari 2 tahun. Penyakit ini juga bisa menyerang
sapi yang berumur tua, tetapi biasanya terbatas pada sapi yang berumur kurang
dari 4 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah depresi dan
kehilangan berat badan. Diare terjadi terus menerus atau hanya terlihat
sewaktu-waktu. Seringkali terlihat air liur menetes dari bibir. Pada
pemeriksaan klinis terhadap mulut sapi penderita, ditemukan adanya erosi-erosi
dengan bentuk dan ukuran yang tidak menentu pada gusi, lidah atau
langit-langit. Erosi berbentuk garis-garis bisa ditemukan pada bibir. Erosi
pada lidah biasanya ditemukan samping dan bawah lidah, erosi pada punggung
lidah jarang bisa ditemukan. Hiperkeratinisasi terjadi pada kulit pembendungan
bisa dijumpai pada selaput lendir konjungtiva dan pada mata bisa ditemukan
adanya eksudat mukopurulen dalam derajad sedang.
Peradangan dan ulcerasi pada daerah interdigit
bisa ditemukan pada keempat kaki yang ditandai dengan hyperemia dan
hiperkeratinisasi. Diagnose didasarkan atas gejala klinis, isolasi virus,
pengujian serologis dan hasil pemeriksaan pasca mati.
Johne' Disease
Penyakit ini disebut juga paratuberculosis, suatu
penyakit bacterial yang disebabkan oleh Mycobactenum paratuberculosis. Sapi
potong ataupun sapi perah bisa terserang penyakit ini. Umur rentan berkisar 4 -
7 tahun, tetapi kejadian di lapang dapat terjadi pada selang 2 - 15 tahun.
Hewan terinfeksi berat badan dan diare. Diare terjadi berseling-seling,
kadang-kadang terlihat profus terus menerus. Otot pada kaki terlihat mengecil,
terutama otot-otot pada tubuh bagian belakang.
Pada sapi perah produksi air susu akan turun
drastic. Anak sapi terhambat pertumbuhannya. Oedema dibawah dagu bersifat tidak
tetap. Kehilangan pigmentasi pada bulu bisa terjadi.
Ostertagiasis
Ostertagiasis merupakan infeksi parasit yang
disebabkan oleh ostertagia ostertagi. Infeksi lebih sering ditemukan sapi-sapi
muda daripada sapi dewasa.
Gejala klinis yang terlihat berupa penurunan
berat badan dan deare profus. Sebagai akibat dari rusaknya selaput lendir
abomasum, konsentrasi pepsinogen dalam serum meningkat. Hipoalbuminaemia dapat
terjadi.
Diagnose dapat didasarkan atas gejala klinis
hasil pemeriksaan parasitologi terhadap faeces serta pengujian pepsinogen dalam
serum. Pada pemeriksaan pasca mati, akan ditemukan adanya cacing dewasa dalam
abomasum.
Renal amyloidosis
Renal amyloidosis adalah penumpukan amyloid dalam ginjal sebagai akibat
rusaknya nefron ginjal. Kondisi demikian banyak ditemukan pada sapi perah yang
masih muda.
Kondisi sapi penderita biasanya baik. Secara klinis terlihat adanya oedema
dibawah dagu, dibawah kulit dan bagian bawah dada, serta adanya diare profus.
Pada waktu diadakan palpasi per rectal maka terasa adanya pembesaran pada
ginjal kiri. Pada pemeriksaan urine ditemukan adanya proteinuria dengan
konsentrasi 300 mg/dl urine.
Bahkan seringkali protein ini bisa mencapai kosentrasi 1000 mg/dl. Sebagai
akibat dari proteinuria ini, terjadi hipoalbumineamia, dengan konsentrasi 10
g/l.
Pada pemeriksaan bedah bangkai ditemukan adanya pembesaran ginjal 2 - 3 kali
ukuran normal. Ginjal tampak pucat dan warnanya tampak coklat kekuningan.
Selain oedema dibawah kulit, ditemukan juga oedema di organ-organ visceral.
Molybdenosis
Sapi yang menderita molybdenosis mengali diare terus-menerus, kurus dan
bulunya tampak kusam. Kondisi ini timbul sebagai akibat lingkungan yang tidak
sesuai untuk pemeliharaan sapi, tanah yang digunakan untuk pemeliharan sapi
terlalu tinggi kandungan molybdenum-nya (Mo). Gejala klinis lain yang bisa
teramati adalah peradangan pada kuku, kekerasan dan kehilangan pigmentasi pada
bulu yang merupakan akibat skunder dari defisiensi tembaga (Cu).
Semoga Bermanfaat....... Yoush, SPt, MSi