Beragam cara untuk mengembangkan
peternakan sapi potong dan sapi perah dilakukan antara lain lewat perbaikan
kualitas genetik. Namun, langkah tersebut seringkali terhambat karena sulitnya
memperoleh anakan kualitas unggul.
Salah satu kendala adalah hambatan perbanyakan betina kualitas unggul. Secara alami, seekor induk hanya mampu menghasilkan satu ekor anak dalam setahun atau rata-rata hanya mampu menghasilkan anak yang berkualitas kurang dari 8 ekor sepanjang hidupnya. Separuh anak biasanya pejantan.
Menghadapi kendala itu, teknologi Transfer Embrio (TE) bisa menjadi solusi. TE ialah suatu proses mengambil (flushing) embrio dari uterus sapi donor yang telah diovulasi ganda (superovulasi) dan memindahkannya ke uterus sapi resipien (penerima) dengan menggunakan metode, peralatan dan waktu tertentu.
Teknologi ini merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah
inseminasi buatan (IB) yang paling sering diterapkan pada ternak sapi. Program
TE melalui beberapa tahapan, yaitu pemilihan sapi donor dan resipien,
sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan
evaluasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan
kebuntingan dan kelahiran.
TE memiliki kelebihan dibandingkan IB. Hanya diperlukan waktu satu generasi (9 bulan) untuk menghasilkan bibit murni (pure breed) lewat TE. Sementara, target yang sama memerlukan waktu 15 tahun jika dilakukan lewat proses IB.
Aplikasi TE dapat memberikan peningkatan perkembangan ternak bibit unggul baik dari sisi pejantan maupun sisi betina. Selain itu, TE juga mengurangi biaya transportasi penyebaran bibit unggul serta mengurangi resiko penyebaran penyakit menular. Teknologi ini merupakan dasar bioteknologi dalam mendukung rekayasa embrio yang lebih tinggi dibidang reproduksi ternak.
TE memiliki manfaat ganda karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh.
Sejak tahun 1995 embrio beku sapi perah mulai disebar ke peternak di Bogor, Lembang dan Garut dalam program bantuan Bapak Presiden (Banpres). Tahun 1997 dimulai program membuat sapi unggul jenis "Brangus" khususnya daerah Indonesia Timur (Lombok, NTB), setelah itu aplikasi TE berkembang secara meluas di Sulawesi dan Sumatera.
Saat ini produksi embrio dapat mencapai 30 - 50 embrio/koleksi, tetapi rata-rata hanya sekitar 5−10 embrio/koleksi yang layak untuk ditransfer atau dibekukan.
Dengan demikian, seekor sapi donor dapat menghasilkan keturunan lebih dari 25 ekor per tahun. TE memungkinkan rekayasa hingga mendapatkan anakan kembar identik dalam jumlah banyak ataupun lewat kloning serta jenis kelamin
dari berbagai sumber