Para
petani kecil produsen pangan dianggap tidak produktif sehingga juga
dianggap tidak mampu untuk menjawab kebutuhan pangan nasional yang terus
meningkat. Oleh karenanya Pemerintah dapat dikatakan telah melakukan blaming the victims kepada para petani kecil. Petani kecil dibiarkan bertarung dengan kekuatan yang tidak sebanding di pasar yang semakin bebas.
Perencana Madya pada Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementan RI Jakarta
Indonesia
yang semakin terintegrasi ke dalam pasar dunia membuat petani kecil dan
buruh tani semakin rentan. Raksasa produsen input pertanian, bahan
pangan dan olahan, serta retailer melakukan konsolidasi horisontal
sehingga semakin menguasai semua mata rantai pertanian pangan. Petani
kecil sebagai produsen pangan kemudian tidak mampu bersaing di pasar
karena hambatan yang semakin ketat dalam keamanan pangan dan kualitas
produksinya.
Kebijakan
pemerintah yang bias dan mengabaikan potensi pangan lokal mengakibatkan
Indonesia kian terjebak impor pangan. Neraca perdagangan pangan,
hortikultura, dan peternakan Indonesia tahun 2008 mengalami defisit
4.859.038 US$, atau meningkat 2.165.885 US$ dibanding tahun 2005 yang
berjumlah 2.693.153 US$.
Berbagai
tantangan di atas mengakibatkan jutaan keluarga tani produsen pangan
semakin kehilangan peran dan kemandiriannya. Mereka bahkan kemudian
berubah menjadi pasar atau konsumen produk perusahaan pertanian pangan.
Tidak mengherankan jika terjadi peningkatan kerawanan pangan dan
kemiskinan yang mendorong terjadinya urbanisasi di kalangan buruh tani
dan petani kecil, terutama kaum muda dan perempuan.
Koperasi Pertanian sebagai Alternatif Pengembangan Sistem Pangan Nasional
Agar
dapat menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang semakin
besar tersebut, petani kecil produsen pangan perlu dilindungi dan
didukung. Gabungan kelompok tani atau gapoktan dalam bentuk Koperasi
merupakan badan usaha yang cocok sebagai wadah bagi petani dan sesuai
dengan konstitusi. Melalui koperasi ini konsolidasi usaha para petani
dan buruh tani mengintegrasikan lahan-lahan mereka yang sempit dan
terfragmentasi milik anggota-anggota atau petani lain dalam suatu sistem
manajemen usaha koperasi secara terpadu dalam skala luasan yang
ekonomis.
Koperasi
Pertanian (KP) merupakan upaya pemecah kebuntuan dari reformasi agraria
yang merupakan prasyarat utama bagi suksesnya pembangunan pertanian dan
kedaulatan pangan. Pada kelembagaan ini, petani melakukan konsolidasi
manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi skala usaha yang
ekonomis. Idealnya jumlah petani pada setiap Koperasi Pertanian (KP)
sekitar 100 – 125 orang dengan luas hamparan sekitar 150 - 200 hektar
atau identik dengan areal blok air atau golongan air (watersheet area)
dalam suatu gabungan kelompok tani (GAPOKTAN). Mengingat luas rata-rata
pemilikan lahan petani Indonesia hanya sekitar 0,3 ha maka persyaratan
itu perlu disesuaikan dengan mengembangkan Koperasi Pertanian (KP)
spesifik lokasi.
dikutip dari : sinartani dot com